Thinkway Logo
Bacaleg Teracam Kehilangan 6 Juta Suara dari Pemilu Jika Pasal Tembakau Ada di RUU Kesehatan Omnibus Law

Bacaleg Teracam Kehilangan 6 Juta Suara dari Pemilu Jika Pasal Tembakau Ada di RUU Kesehatan Omnibus Law

THINKWAY.ID – Sejumlah ruas jalan mulai protokol, hingga jalan-jalan desa di seluruh Indonesia mulai dipadati foto-foto bakal calon anggota legislatif (Bacaleg). Tembok – tembok rumah warga, pagar, tiang listrik, pohon pun tak luput untuk dipasangi poster calon wakil rakyat yang nantinya akan duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) daerah maupun di Senayan. Di tengah hiruk pikuk memajang foto dan memberikan janji “manis” Bacaleg yang berencana melenggang terancam akan kehilangan 6 juta suara dari ekosistem pertembakauan.

Ancaman kehilangan 6 juta suara ini tidak main-main karena langsung diutarakan oleh sejumlah elemen yang tergabung dalam ekosistem pertembakauan mulai dari hulu hingga hilir. Padahal Pemilihan Umum (Pemilu) Anggota DPR, DPRD yang diselenggarakan pada 14 Februari 2024 ini membutuhkan banyak dukungan suara dari masyarakat dengan rincian Daerah Pemilihan (Dapil) dan jumlah kursi Anggota DPR sebanyak 84 Dapil dan 580 Kursi, DPRD Provinsi sebanyak 301 Dapil dan 2.372 Kursi, serta DPRD Kabupaten/Kota sebanyak 2.325 Dapil dan 17.510 Kursi, sehingga total keseluruhan 2.710 Dapil dan 20.462 Kursi.

Kampanye Pemilu 2024 menurut PKPU No 3 Tahun 2022 lagi-lagi membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Kampanye akan berlangsung mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Sehingga, total masa kampanye Pemilu 2024 dilaksanakan selama 75 hari. Curi start dengan memasang foto-foto di sejumlah jalan kota dan desa menjadi alasan untuk mendulang suara rakyat.

Ancaman tidak memilih wakil rakyat yang tak pro terhadap tembakau diutarakan oleh dipara petani tembakau. “Jangan pilih wakil rakyat yang tidak mau memperjuangkan masa depan petani tembakau,” ujar M Sholeh salah satu petani tembakau di Temanggung, Jawa Tengah yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI).

Ajakan ini diutarakan berkali-kali sebagai bentuk menyampaikan aspirasi petani tembakau yang merasa tersakiti karena dalam Rancanagan Undang – Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law yang tengah menjadi pembahasan di DPR RI menyebutkan tembakau disejajarkan dengan narkotika, psikotropika dan minuman beralkohol yang notebenenya adalah produk ilegal. Sementara tembakau atau produk hasil tembakau adalah satu komoditas yang termasuk dalam barang kena cukai dan dipungut dengan cara yang legal berdasarkan undang – undang.

Tidak hanya seruan dari para petani tembakau, ajakan untuk tidak memilih atau tidak memberikan suara bagi wakil rakyat juga diserukan oleh Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) yang memproklamirkan dukungan pada anggota DPR yang peduli dan berani memperjuangkan kepentingan masyarakat yang bergantung pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI Sudarto AS menyampaikan dukungan ini di tengah menjadi pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan yang mengandung sejumlah pasal terkait tembakau.

Pasal-pasal ini dinilai akan berdampak sangat besar, bukan hanya kepada industri IHT tetapi masyarakat kecil yang bergantung pada rantai pasok tembakau seperti petani, buruh, pekerja seni, hingga pedagang.

“Seluruh anggota FSP RTMM-SPSI di seluruh Indonesia akan tegak lurus hanya memilih para wakil rakyat yang peduli dan berani membela kepentingan tenaga kerja, dengan menolak seluruh pengaturan tembakau pada RUU Kesehatan!” tegasnya, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/6/2023).

Seperti diketahui, aturan terkait tembakau termaktub pada pasal 154-158 di RUU Kesehatan. Salah satu pasal paling kontroversial adalah terkait penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol. Penyetaraan berpeluang menjadi celah kriminalisasi bagi para petani yang menanam, industri yang mengolah, pedagang yang menjual, dan konsumen tembakau. FSP RTMM SPSI mencatat sedikitnya ada 143.000 anggotanya yang bekerja di industri rokok. Angka ini, belum termasuk jumlah petani, konsumen, dan pedagang yang terlibat dalam rantai pasok industri.

Jika pasal ini tetap dimasukkan, maka akan terjadi tumpang tindih aturan dengan kementerian lainnya sehingga menyalahi tujuan pembentukan RUU secara omnibus law, yakni harmonisasi peraturan. Lebih lanjut, RUU Kesehatan juga dinilai akan melahirkan aturan-aturan lanjutan yang mengatur IHT tanpa memahami karakteristik industri dan tanpa mempedulikan bahwa IHT adalah sektor padat karya yang telah menyediakan jutaan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, FSP RTMM-SPSI mendesak agar Komisi IX DPR RI mengeluarkan aturan terkait tembakau dari RUU Omnibus Kesehatan.

Selain menyampaikan dukungan, FSP RTMM-SPSI sebelumnya juga telah membuat sebuah petisi yang juga menolak kehadiran pasal terkait tembakau.Petisi tersebut telah dimuat di change.org dan ditandatangani oleh lebih dari 60.000 pendukung. Dukungan besar ini dinilai karena pasal tembakau ini menyangkut nasib jutaan orang pekerja, bahkan juga berimbas pada petani dan pedagang.

“Tuntutan kami telah mendapatkan dukungan sebanyak lebih dari 60 ribu orang lewat penandatanganan petisi online. Saya yakin dukungan akan terus bertambah bukan hanya dari rekan-rekan anggota tapi juga masyarakat luas. Sebab ini masalah nasib jutaan orang,” tegas Sudarto.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.