PANDEMI virus corona di Indonesia masih belum menunjukkan angka penurunannya. Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno berpendapat, pihak gudang tembakau perlu menjemput hasil panen milik para petani tembakau.
Suseno menyebut, itu menjadi salah satu alternatif yang ideal sebagai langkah menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. Pasalnya, hingga kini belum ada panduan dan aturan yang baku mengenai protokol kesehatan mas apanen bagi petanu, khususnya petani tembakau.
“Dalam proses menanam, mencangkul, dan mengairi sudah otomatis para petani tembakau melakukan jaga jarak. Mereka tidak bergerombol. Karena itu penting bagi pemerintah daerah, melalui tingkat RT dan RW melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para petani, sehingga imbauan protokol kesehatan tersebut lebih efektif untuk diterapkan,” urai Soeseno dalam Webinar yang dilakukan belum lama ini.
Setelah proses panen, lanjutnya, ketika melakukan penjualan ke pabrikan, jangan sampai situasinya tidak menerapkan protokol kesehatan.
“Dari gudang pabrikan, akan diterapkan proses antrian. Nah SOP antrian belum jelas. Lalu, bagaimana sistemnya? Tentu pihak gudang harus memperhatikan protokol kesehatan agar tidak berdesak-desakan, memastikan seluruhnya memakai masker. Harapannya gudang yang proaktif mendatangi,” kata Soeseno.
Namun, hal itu juga perlu kepastian dari berbagai stakeholder agar petani juga mendapatkan jaminan bahwa hasil panen tembakau mereka bisa diserap. Selain protokol kesehatan, kepastian keterserapan tembakau untuk melanjurkan roda perekonomian para petani, perlu adanya keseriusan dari pemerintah.
Saat ini, kata dia, luas lahan tanam petani tembakau bergantung pada kepastian jumlah serapan yang akan dibeli oleh pabrikan. Apakah pabrikan akan membeli jumlah seperti biasa, atau mengurangi jumlah.
Inilah yang menjadi spekulasi bagi petani tembakau. Apakah akan menanam seperti biasa, atau berkurang, atau tidak menanam sama sekali. Kondisi inilah yang meresahkan petani, seperti yang dialami para petani tembakau di Madura.
“Kalau di Lamongan, Bojonegoro, para petani tembakau tetap menanam seperti biasa. Di Madura, penanaman berkurang 20%. Adapun di daerah sentra seperti Probolinggo, turun sekitar 10 persen. Di Jember, proses tanam baru mau dimulai akhir Juli, soal luas tanam, masih spekulasi,” tukasnya.
Kedua hal inilah yang perlu mendapat perhatian penting dari pemerintah dan stakeholder IHT. Petani tembakau berharap mendapat kepastian dari pemerintah dan pelaku industri terkait bagaimana mewujudkan tata niaga IHT yang mumpuni dari hulu hingga hilir, sembari menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19, dan kepastian jumlah/daya serap tembakau dari pabrikan.