THINKWAY.ID – Petani di Wonogiri, Jawa Tengah, telah berhasil meraih keuntungan yang signifikan melalui budidaya tanaman tembakau dan bawang merah. Kedua jenis tanaman ini terbukti cocok untuk ditanam di daerah yang sering mengalami musim kemarau karena kebutuhan airnya yang minimal.
Menurut data yang telah dikumpulkan, pendapatan dari budidaya bawang merah dan tembakau di atas 25 juta rupiah per hektar. Faktor cuaca, terutama dalam musim kemarau, memiliki pengaruh positif terhadap produksi kedua tanaman ini.
Wilayah Wonogiri saat ini telah melibatkan 16 kecamatan dalam budidaya tembakau, dengan Kecamatan Eromoko sebagai yang paling aktif. Pada tahun 2021, luas lahan untuk tanaman tembakau mencapai 1.511 hektar dengan hasil produksi sekitar 2 ton per hektar. Pada tahun 2022, luas lahan ini meningkat menjadi 1.571 hektar, menghasilkan sekitar 2.128 ton rajangan tembakau kering, dan melibatkan sekitar 4.165 petani.
Camat Pracimantoro Warsito menjelaskan bahwa petani di wilayahnya memiliki pengalaman bertani saat musim kemarau. Mereka lebih memilih menanam tanaman yang tidak membutuhkan banyak air, seperti bawang merah dan tembakau, untuk menjaga produktivitas lahan dan meningkatkan pendapatan mereka.
Camat Pracimantoro Warsito juga menyebutkan bahwa beberapa desa di Kecamatan Pracimantoro Wonogiri, seperti Desa Jimbar dan Suci, telah sukses dalam budidaya bawang merah, sementara tembakau banyak dikembangkan di Desa Wonodadi, Trukan, Jimbar, Banaran, Sedayu, hingga Pracimantoro.
Selain tembakau dan bawang merah, sebagian petani juga memilih menanam palawija jenis jagung. Namun, saat musim hujan tiba, mereka berpindah ke tanaman padi dan tanaman lainnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Wonogiri, Baroto Eko Pujanto, mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten Wonogiri telah meluncurkan program-program untuk mendukung budidaya tembakau ini. Anggaran yang digunakan berasal dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun lalu Kabupaten Wonogiri, sebesar Rp2.890.000.000.
Program tersebut melibatkan berbagai kegiatan, seperti pembangunan jalan produksi, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, pengadaan kultivator, pengadaan pupuk NPK rendah chlor, dan pelatihan budidaya tembakau di beberapa lokasi. Standarisasi produk tembakau juga ditekankan untuk menghasilkan produk yang rendah kadar nikotin dan tar, sehingga penggunaan pupuk rendah chlor menjadi penting.
Pelatihan budidaya tembakau meliputi peningkatan kualitas tembakau, teknik pembuatan pestisida nabati, dan produksi pupuk organik cair untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk pabrik. Kepala Dinas menekankan bahwa petani tembakau di Wonogiri telah mencapai tingkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menghasilkan tembakau berkualitas tinggi.