THINKWAY.ID – Bicara Piala Dunia dan Indonesia, tak lepas dari mimpi di masa depan, bahwa suatu saat Indonesia bakal tampil di Piala Dunia. Indonesia punya faktor historis yang cukup kuat terkait hal ini. Di masa silam, Indonesia pernah tampil di Piala Dunia.
Pada era 1930-an, wilayah Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Belanda, dengan nama resmi Dutch East Indies, atau Hindia Belanda. Pada masa itu, sepak bola sudah berkembang pesat saat Persatuan Bola Hindia Belanda, Nederlandache Indische Voetbal Unie (NIVU) didirikan.
Tak tanggung-tanggung, saat itu terdapat sekira 400 klub sepak bola dengan lebih dari 4000 pemain. Karena kendala geografis berupa banyaknya kepulauan, waktu itu belum ada kompetisi profesional. Transportasi jadi kendala paling utama. Sebelumnya, federasi tetinggi sepakbola Indonesia, yakni PSSI era awal sudah muncul pada 1930-an , dengan fokus menangani kompetisi liga sepak bola pribumi.
Masing-masing wilayah, beberapa sudah punya kompetisi mini. Model kompetisi ini masih terbatas digelar di wilayah pulau dan perkotaan khususnya Jawa dan Sumatera. Tim-tim pemenang dari masing-masing wilayah ini dipertemukan dalam Kejuaraan Hindia Belanda.
Para pemain terbaik dari kejuaraan Hindia Belanda dipilih untuk mengikuti Piala Dunia Perancis 1938, mengikuti kesepakatan antara NIVU dan PSSI. Kesepakatan ini berisi gabungan pemain yang akan diberangkatkan ke Piala Dunia, komposisinya harus seimbang antara pribumi dan yang berdarah Belanda.
Sistem Piala Dunia pada masa itu masih sederhana, mulai dari penentuan peserta, hingga sistem gugur. Begitu kalah, sebuah tim otomatis angkat koper.
Hindia Belanda punya keuntungan saat itu, karena tak harus bertanding melawan negara-negara Asia lain semacam kualifikasi pada era sepak bola modern. Ini semakin dipermudah saat beberapa negara menolak berpartisipasi pada Piala Dunia Prancis 1938 karena situasi geo politik saat itu.
Faktor lain yang memperkuat Hindia Belanda untuk tampil di Piala Dunia saat itu adalah, karena Hindia Belanda pernah berpartisipasi di Olimpiade Asia Timur Jauh 1934 yang melibatkan Jepang, Tiongkok, dan kepulauan Filipina sebagai penyelenggara.
Masuk Babak 16 Besar
Dalam cabang sepak bola, Hindia Belanda menempati klasemen kedua setelah China. Saat itu, olimpiade 1934 jadi acuan FIFA untuk penentuan peserta Piala Dunia Prancis 1938. Tiongkok menolak hadir karena situasi geo politik. Jepang juga tak bisa hadir karena kendala transportasi. Harusnya Hindia Belanda juga harus melawan Amerika Serikat (AS) pada babak playoff, tapi batal karena AS tetiba mundur karena menolak hadir. Hindia Belanda pun langsung masuk babak 16 besar.
Rombongan pemain Hindia Belanda dan tim pendukung menempuh perjalanan ke Prancis lewat kapal laut Baluran selama sebulan. Kapal berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok pada 27 April 1938, transit di Pelabuhan Genoa, Italia.
Perjalan disambung menggunakan kereta api ke Belanda, dan disambut ratusan penggemar saat tiba di stasiun Den Haag pada 18 Mei 1938. Para pemain tinggal selama sebulan di Hotel Duinoord, kota Wassenaar. Pertandingan pemanasan juga dilakukan dengan menghadapi klub Den Haag (2-2), dan klub Haarlem (5-3).
Indonesia vs Hungaria: Jalannya Pertandingan
Awal Juni, tim berangkat ke Prancis. Hindia Belanda langsung berhadapan dengan tim nasional Hongaria. Pada 5 Juni 1938 pukul 17:00 di stadion Velodrome Municipal, Reims, Prancis, Hindia Belanda akhirnya berhadapan dengan Hongaria, di hadapan lebih dari 20 ribu penonton. Tapi dalam catatan resmi FIFA, hanya sekitar 9000 penonton.
Mengenakan jersey orange, celana putih dan kaos kaki biru, Hindia Belanda melawan Hongaria yang saat itu dianggap sebagai raksasa Eropa, sekaligus favorit juara dunia. Indonesia menyerah 0-6. Isaac Pattiwael, gelandang sayap berdarah Maluku, sebenarnya mampu menjebol gawang Hongaria. Tapi goal ini dianulir wasit.
Pada pertandingan tersebut, Hongaria banyak bermain bola atas, memanfaatkan postur pemain-pemain Hindia Belanda yang tergolong pendek dibandingkan postur orang-orang Eropa. Hongaria sendiri kalah dari Italia pada pertandingan final.
Pujian Eropa untuk Indonesia
Penampilan Hindia Belanda banyak dipuji oleh harian-harian Eropa waktu itu. Pemain Hindia Belanda, digambarkan berpostur pendek. Walaupun demikian, sebuah koran Prancis menulis, para pemain depan Hindia dianggap jago menggocek bola. Tim Hindia dijukuki tim yang “Mirip Kurcaci”.
Walaupun pada babak pertama tim Hindia Belanda kurang bisa mengembangkan permainan, tapi pada babak kedua, permainan jadi jauh lebih baik, bermain terbuka dan menyerang. Namun, tim masih lemah dalam bertahan.
Para pemain Hindia Belanda juga menarik simpati dan perhatian penonton karena berlaku cukup sopan, seperti memberikan hormat untuk penonton
Komposisi Pemain
FIFA mencatat resmi pertandingan ini, dan mengakui Hindia Belanda atau Indonesia, sebagai Tim Asia pertama yang tampil pada Piala Dunia. Menjadi relevan, karena seluruh pemain adalah campuran warga Hindia Belanda dari beberapa ras, tak ada satupun yang berdarah murni “bule” Belanda, kecuali sang pelatih, Johannes Christoffel Mastenbroek.
Tim Hindia Belanda juga tercatat sebagai tim yang “paling berwarna”, karena terdiri dari Jawa, Maluku, Tionghoa, dan campuran Indo-Belanda, Bertindak sebagai kapten adalah Achmad Nawir. Pemain-pemain lain yang berkiprah antara lain Sutan Anwar, Hans Taihuttu, Isaak Pattiwael, Frans Alfred Meeng, Suwarte Soedarmadjie, Frans Hu Kon, Jack Samuels, Tan Hong Djien, Herman Zomer, dan Mo Heng Tan sebagai kiper.