THINKWAY.ID – Ngobrol Mbako alias Ngombak kembali digelar pada Sabtu (22/10) oleh kawanan Pegiat Tembakau Jabodetabek di Kedai Amorfati Coffee, Ciracas Jakarta Timur. Dalam edisi kelimanya, Ngombak mengusung tema “Realita Cukai Tembakau”, menyesuaikan dengan isu terkini terkait pertembakauan.
Ngombak adalah forum diskusi berkala, yang mengadopsi metode yang sudah diterapkan oleh Maiyah dengan motor utama Emha Ainun Najib (Cak Nun). Siapapun yang punya kegelisahan soal pertembakauan, bisa hadir dalam forum tersebut. Dalam setiap edisinya, Ngombak tak punya rumus tetap dan dinamis. Kadang dihadirkan panelis atau narasumber, kadang sekadar berbagi isi kepala dari kawanan yang hadir sesuai dengan tema besar yang diusung. Tema Ngombak selalu berubah dalam setiap edisinya, disesuaikan dengan isu terhangat yang beririsan dengan rokok dan tembakau.
Pegiat Tembakau yang hadir di Ngombak tak melulu kolektif yang bergelut di dunia pertembakauan. Terlepas dari tema populer soal rokok dan tembakau sebagai bahan obrolan, selalu ada tema selain itu yang jadi bahan obrolan tambahan. Ini penting, karena selalu ada saja irisan dari tema lain terkait tema utama obrolan.
Kawanan yang hadir dalam Ngombak #5 adalah Emas Hijau Kolektif, Sepeda Tanah Mati, Sebatmen, Adven Book, Culture Nade, Thinkway, Perpuskita Parungpanjang, Komunitas Ciliwung Depok, Teater Gembel Ciliwung, Taman Baca Melego, Puan Aksara Lombok, Bahtera Adventure Lubuk Pakam, serta kawanan perseorangan non-kolektif. Beragamnya warna kolektif ini memperlihatkan bahwa minat obrolan soal pertembakauan bisa dikatakan tak ada habisnya untuk dikulik. Tembakau dan rokok, tak bisa dilepaskan dan sangat lekat dengan skena kolektif.
Realita Cukai Rokok
Tema cukai sengaja dipilih karena kegelisahan komunal soal cukai rokok. Point utama dari hal ini, adalah suara konsumen rokok terkait perumusan dan ketok palu cukai rokok oleh pemerintah. Obrolan pada Ngombak 5 mengerucut pada pertanyaan bersama, soal mengapa pengambil kebijakan seolah tak cukup menjaring aspirasi dari banyak komponen pertembakauan yang berserak, dalam hal ini konsumen. Suara akar rumput seharusnya menjadi hal pokok yang setidaknya, menjadi bahan pertimbangan sebelum besaran tarif cukai diberlakukan.
Kawanan Ngombak juga mempertanyakan kenapa pembahasan cukai selalu berulang saban tahun, seolah hanya rutinitas yang jadi bahan diskusi repetisi, selalu berulang. Ini sekaligus kritik pada pemerintah soal cara negara mendengarkan suara konsumen rokok. Bahwa pembahasan ini selalu berulang, karena cara negara juga cenderung template dalam setiap proses penetapan tarif cukai rokok.
Selanjutnya soal Dana Bagi Hasil – Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Dalam Ngombak #5, terkuak realita soal banyaknya Kawanan Pegiat Tembakau yang belum memahami seluk beluk DBH-CHT. Ini ironis, karena kalau Pegiat Tembakau saja banyak yang belum tersosialisasi, bagaimana dengan masyarakat awam yang kebetulan adalah konsumen tembakau. “Belum lagi sosialisasi pada para petani tembakau yang tampaknya sangat minim. Padahal, DBH-CHT mungkin seharusnya bisa difokuskan pada kesejahteraan petani tembakau”, ujar Andrian HW, partisipan Ngombak dari non-kolektif. Maka tak berlebihan jika kritik disampaikan pada pemerintah yang belum menyosialisasikan DBH-CHT dengan baik dan tepat sasaran.
Ngombak punya tradisi tak melulu bicara soal realita pertembakauan. Topik terkini yang hangat juga diobrolkan. Tragedi Kanjuruhan menjadi tema tambahan dalam Ngombak #5 kali ini. Kawanan yang hadir menaruh perhatian, bukan cuma karena topik tersebut sedang trending, tapi lebih ke membangun kesadaran bersama bahwa ada kondisi yang sedang tidak baik-baik saja dalam persepakbolaan nasional. Ngombak menyampaikan keprihatinan mendalam dalam Tragedi Kanjuruhan, dan mendorong #UsutTuntas dalam pengusutan tragedi paling memilukan dalam persepakbolaan nasional tersebut.
Ngombak sebagai Cetak Biru Diskusi Tembakau
Forum diskusi semacam Ngombak bisa jadi cetak biru yang mungkin bisa diadopsi oleh Pegiat Tembakau lain. Tentu saja dengan format dan ciri khas masing-masing. Bahwa kemudian muncul kritik pada pengambil kebijakan, itu terjadi secara organik dan sudah sejawarnya muncul, karena saat setiap individu menyampaikan gagasan, lalu diafirmasi oleh orang lain dalam sebuah lingkaran, maka itu bisa jadi common sense, atau kesepakatan bersama. Kritik secara kolektif muncul karena sejumlah orang punya kegelisahan yang nyaris sama terhadap sebuah kondisi yang tidak ideal, dan tertuang dalam kesimpulan yang disepakati bersama.
Dalam hal cukai rokok, Ngombak menghasilkan kesimpulan seperti yang sudah disebutkan di atas. Dalam sebuah proses yang sehat, seyogyanya negara bisa memetakan hal-hal seperti ini, agar tak terkesan hanya ingin untung sendiri dalam proses penetapan cukai rokok dan tembakau.