THINKWAY.ID – Thank You for Smoking (TYFS), merupakan film tahun 2005 yang cukup berani dimunculkan ke publik. Pasalnya di Barat, film yang membahas industri rokok secara vulgar tak banyak yang dirilis, walaupun dalam industri film, adegan merokok kerap kali ditampilkan.
Inilah sebabnya, TYFS dikategorikan film bergenre black comedy. Film ini satir dan menyindir banyak aspek soal kontradiksi penetapan regulasi industri tembakau, mungkin seperti yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini terkait rencana kenaikan kembali tarif cukai rokok.
TYFS dibuat berdasarkan novel karangan Christopher Buckley berjudul sama rilisan 1994. Film yang menjadi debut penyutradaraan Jason Reitman ini membahas argumentasi-argumentasi hal yang mungkin paling abadi di dunia: pro kontra rokok. Walaupun terkesan mengusung tema yang berat, namun TYFS sebenarnya menyisipkan banyak komedi ringan yang gampang diikuti.
Nick Naylor (Aaron Eckhart) punya pekerjaan dengan beban cukup berat (dalam konteks Amerika), yakni bagaimana mengkampanyekan rokok, dimana publik Amerika Serikat (AS) sudah kadung tercuci otak soal bahaya rokok. Profesi NIck adalah Wakil Direktur Akademi Kajian Tembakau.
Film ini menyerahkan ke penonton, bagaimana menempatkan diri dalam pro kontra rokok. TYFS tak memihak satupun kubu. Walaupun sebenarnya, film ini juga mengkritik pemerintah Amerika soal klaim statistik bahwa rokok, adalah salah satu hal yang dituding paling bertanggung jawab atas tingginya kematian. Soal ini, Wanda Hamilton dalam bukunya Nicotine War, telah memaparkan bahwa statistik itu tak objektif dan disinyalir cacat metode.
Regulasi Industri Rokok
Film ini juga menyampaikan kririk ke AS dengan menampilkan 2 karakter lain yang sebenarnya mengurus hal-hal sensitif selain regulasi industri tembakau di AS, yakni industri senjata api, dan alkohol. Nick kerap berdiskusi dengan kedua kedua sahabatnya, yakni Polly Bailey (Maria Bello), juru bicara Badan Pengendalian Batas Aman Alkohol, dan Bobby Jay (David Koechner) dari Juru Bicara Keamanan Senjata Api.
Lucunya, industri tembakau seringkali diserang habis-habisan. Bandingkan dengan efek langsung dan trauma akibat penembakan secara acak oleh segelintir orang tak bertanggung jawab di AS, yang berawal dari relatif mudahnya kepemilikan senjata api di AS.
TYFS kuat dalam dialog. Ini bukti bahwa film ini ditulis dengan baik, walaupun diadaptasi dari novel. Maka kredit juga layak diberikan pada Reitman, karena tak hanya berperan sebagai sutrdara, ia juga menulis ulang novel tersebut supaya lebih sesuai dalam tampilan audio visual.
Kekuatan Argumentasi
Karakter Nick Naylor memberikan contoh bagus dalam berargumen. Walaupun tak bisa mentah-mentah diadaptasi oleh posisi Public Relations sebuah perusahaan, tapi cara Nick Taylor berargumen menggunakan metode: “Tak perlu membuktikan pihak kita benar, tapi buktikan bahwa pihak lain salah”. Metode ini mampu menggiring opini publik soal pihak mana yang salah, dan mana yang benar.
Salah satu adegan paling memorable adalah pertemuan dan dialog Nick dengan William H. Macy, senator dari Vermont. William bersikeras mengusulkan pemasangan gambar tengkorak pada bungkus rokok, agar perokok “kena mental” untuk kembali membeli rokok.
Nick berpendapat, gambar tersebut tak diperlukan, karena banyak orang sudah paham bahaya rokok. Kata Nick: “Itu bukan edukasi yang efektif, yang penting adalah bagaimana orang tua berusaha memberikan edukasi resiko merokok kepada anak-anaknya, bukan dengan cara memberikan gambar tengkorak di bungkus rokok!”
Dalam sebuah adegan talkshow yang mengulas soal bahaya merokok pada remaja, Nick kembali memamerkan kepiawaian argumentasinya. Alih-alih menyudutkan industri rokok, talkshow ini “dibalikkan” oleh Nick Naylor, karena lewat argumennya, ia berhasil meningkatkan nilai tawar perusahaan rokok dengan kampanye mendukung remaja untuk tak merokok.
Nick menambahkan, bahwa semua orang sudah paham bahaya rokok, tetapi jumlah perokok tak pernah berkurang. Ini sekaligus, memberikan pesan halus bahwa TYFS bukan film anti-rokok.