THINKWAY.ID – “Salam Satu Jiwa!”. Salam ini begitu identik dan akrab dengan Aremania, kelompok pendukung atau suporter Arema FC, klub sepakbola kebanggaan Malang, Jawa Timur. Arema FC memiliki sejarah panjang dan punya reputasi mentereng di ranah sepak bola nasional. Arema FC adalah salah satu klub Galatama yang tersisa di kasta tertinggi Liga Indonesia. Galatama merupakan kompetisi sepak bola semi profesional yang diikuti klub-klub swasta yang tak dibiayai APBD.
Pun juga dengan Aremania yang sangat terasosiasi dengan Arema FC. Awalnya, tedapat banyak geng di Malang. Di antaranya, Argom (Armada Gombal), Arnak (Armada Nakal), Anker (Anak Keras), SAS (Sarang Anak Setan), Prem (Persatuan Residivis Malang), Saga (Sumbersari Anak Ganas), Van Halen (Vederasi Anak Nakal Halangan Enteng) dan Arpanja (Arek Panjaitan), Aregrek (Arek Gang Gereja Kayutangan), dan lain-lain.
Geng yang terasosiasi dengan aktivitas jalanan ini sepakat menyatukan diri dalam sebuah wadah tunggal bernama Aremania, beberapa tahun setelah klub Arema lahir (11 Agustus 1987). Bisa dikatakan, para anggota kelompok-kelompok tersebut punya niat merubah militansi kelompok kecil, menjadi satu kesatuan besar yang lebih positi lewat wadah kelompok suporter Aremania.
Penyebutan Aremania punya kisahnya sendiri. Dikutip dari aremania.net, Ovan Tobing, salah satu pendiri Arema, pada 4 September 1994 mengenakan sebuah jaket merah, dengan tulisan border kuning besar pada bagian belakang yang berbunyi “Aremania”. Wartawan di masa itu turut mempopulerkan penggunaan nama Aremania. Fakta unik, jaket tersebut adalah pemberian produsen salah satu pabrik rokok besar di Indonesia.
Aremania bersifat independen, tak masuk dalam struktur organisasi Arema FC. Ini membuat Aremania selalu mandiri dalam urusan termasuk pembiayaan. Bahkan, saat terdapat sekian versi klub Arema, Aremania bisa dikatakan tak terpecah.
“Pemain ke-12” untuk Arema FC ini temasuk suporter klub yang masih mempertahankan era gaya lama suporter lokal, dengan embel-embel “mania” di belakangnya. Walaupun sekatarang sudah banyak bermunculan era baru suporter dengan gaya ultras, namun Aremania tetap mempertahankan identitas lama, dengan aktivitas mengikuti perubahan zaman. Maka tak heran, Aremania pernah meraih perdikat sebagai Suporter Terbaik pada Ligina VI (2000) dan mengulang prestasi serupa pada Copa Indonesia II (2006).
Bukti konsistensi Aremania adalah, sampai saat ini mereka masih memegang rekor jumlah penonton laga tandang tebanyak sepenjang sejarah Liga Indonesia. Pada Indonesian Super League 2010, sekitar 50.000 Aremania bertandang ke Jakarta saat laga kandang Persija Jakarta melawan Arema FC.
Hal ini seolah menjadi template Aremania saat mendukung Arema FC, khususnya pada laga tandang. Inilah ruh pendukung klub sepak bola tradisi seperti Arema. Di mana pun Arema FC bertanding, Aremania akan berusaha untuk memberikan dukungan, biasanya dengan semangat kolektif. Gambaran nyata soal gaya mendukung ini dapat dilihat pada film pendek di Youtube bejudul “Darah Biru Arema”.
1 Oktober 2022 menjadi peristiwa paling memilukan bagi Aremania, saat lebih dari seratus simpatisannya meninggal dunia dala tragedi Kanjuruhan. Dengan sejarah panjang, reputasi dan prestasi yang baik, Aremania tampaknya akan cepat bangkit kembali, melanjutkan dan menjaga tradisi baik seperti yang selama ini telah mereka lakukan.