THINKWAY.ID – Perempuan memegang peranan penting dalam sektor pertembakauan. Secara historis perempuan sangatlah erat dengan tembakau. Mari kita flashback dulu jauh sebelum Indonesia merdeka ….
Kisah terkenal Roro Mendut karya Romo Mangun, tentu kita tahu alur kisah cinta bertepuk sebelah tangan Tumenggung Wiraguno kepada Roro Mendut akan mengingatkan kita bahwa perempuan dan tingwe lekat dengan perlawanan terhadap patriarki. Begini sedikit isi kisah Roro Mendut: Dahulu, di pesisir pantai utara Pulau Jawa, tepatnya di daerah Pati, Jawa Tengah, tersebutlah sebuah desa nelayan bernama Teluk Cikal. Desa itu termasuk ke dalam wilayah Kadipaten Pati yang diperintah oleh Adipati Pragolo II. Kadipaten Pati sendiri merupakan salah satu wilayah taklukan dari Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung.
Di Teluk Cikal, hidup seorang gadis anak nelayan bernama Rara Mendut. Ia seorang gadis yang cantik dan rupawan. Roro Mendut juga dikenal sebagai seorang gadis yang teguh pendirian. Ia tidak sungkan-sungkan menolak para lelaki yang datang melamarnya sebab ia sudah memiliki calon suami, yakni seorang pemuda desa yang tampan bernama Pranacitra, putra Nyai Singabarong, seorang saudagar kaya-raya.
Waktu itu di alun-alun Mataram Istana Karta, tepatnya di tengah pasar rakyat. Panglima perang Mataram, Tumenggung Wiraguna bermaksud meminang Roro Mendut, namun Mendut menolak pinangan tersebut sehingga Mendut dikenakan pajak membayar upeti kepada Tumenggung Wiraguna.
Roro Mendut kemudian berdagang hasil hisapan tembakau lintingannya (dulu belum memakai papir, masih menggunakan daun jagung atau yang kemudian dikenal dengan klobot) dan bekasnya dijual pada setiap pengunjung keramaian pasar yang mau membeli. Tentu saja harganya lebih mahal dari klobot biasa, karena klobot tersebut sudah tersentuh dan dihisap oleh Mendut.
Kisah lainnya datang dua abad setelah era Roro Mendut. Perempuan hebat itu bernama Nasilah. Ya, Nasilah ialah perempuan hebat di balik sukses besar juragan kretek Nitisemito, yang oleh Pemerintah Belanda sempat dijuluki “Kretek Koning van Koedoes (Raja Kretek dari Kudus). Sayangnya sejarah sedikit mencatat peran perempuan di balik Nitisemito itu, selain bahwa Nasilah-lah inovator sekaligus penemu kretek.
Nasilah merupakan salah satu orang yang pertama kali menjual racikan tembakau dicampur cengkeh yang dilinting sebagai sebuah produk konsumsi, diikarenakan melihat kebiasaan ‘kotor’ pelanggan warungnya yang doyan menginang hingga meninggalkan jejak yang membuat warungnya kotor. Nasilah kemudian meracik irisan tembakau dan cengkeh dibungkus klobot yang ternyata digemari oleh mereka yang singgah di warungnya.
Nitisemito adalah salah satu penggemar kretek racikan Nasilah ini. Jadi sebelum Nitisemito membangun kerajaan bisnis kretek di Jawa Tengah, Nasilah adalah orang yang terlebih dulu merintis usaha tersebut. Apalagi karena perkawinannya dengan Nasilah yang menjadikan Nitisemito memulai bisnis kreteknya. Mengingat sebelum bersama Nasilah, Nitisemito hanyalah seorang kusir Andong.
Jadi, Genks, kalau ada yang nyinyir terhadap perempuan yang sedang mengkonsumsi produk tembakau maka langsung saja bilang kalau histori perempuan dengan tembakau itu sudah erat dari zaman dulu. Loh, buktinya aja sekarang di pabrik kretek yang melinting itu perempuan kok. Artinya ketrampilan perempuan dalam melinting sudah tidak diragukan lagi. Ini turun-temurun loh, pengetahuan soal melinting ini sudah berabad-abad lamanya dikuasai oleh perempuan.