Para petani tembakau di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menolak rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022.
Sebanyak 5.000 petani turut melampirkan kartu tanda penduduk (KTP) sebagai bentuk suara aspirasi memohon perlindungan terhadap petani tembakau dari dampak negatif kenaikan cukai rokok 2022.
Pimpinan petani tembakau Pamekasan Samukrah melalui Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengatakan pihaknya sangat keberatan dengan rencana kenaikan cukai.
“Kami berkirim surat ke Presiden Joko Widodo agar kebijakan kenaikan cukai tidak diteruskan,” ujarnya di Jakarta, Senin 18 Oktober 2021.
Apalagi, di masa pemulihan ekonomi ini, petani tembakau belum menerima perhatian berupa bantuan dari pemerintah dalam menghadapi situasi krisis.
“Tidak seperti sektor lain yang mendapatkan bantuan atau insentif, DBHCHT yang seharusnya diterima petani hingga saat ini belum terealisasikan, sulit sekali,” katanya.
Dia berharap pemerintah dapat mendengarkan suara rakyat agar tidak menaikkan cukai rokok di masa pandemi Covid-19.
“Kami juga menghadapi iklim yang kurang baik untuk tembakau. Apalagi kalau naik cukainya nanti naik, ini akan semakin membunuh kami petani tembakau,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa komoditas tembakau tidak bisa terserap ke sektor lain. Artinya jika pemerintah menaikkan tarif CHT pada 2022, maka petani tembakau yang berada di hulu industri akan terancam.
“Kami akan perjuangkan terus agar pemerintah tidak menaikkan cukai tembakau pada 2022, pemerintah bertanggung jawab terhadap petani tembakau,” katanya.
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara tak memungkiri kebijakan terkait cukai rokok selalu menyita perhatian publik. Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan pemerintah yang bukan hanya masalah teknis saja, melainkan pembahasannya sampai pada meja presiden dalam rapat terbatas.
Suahasil mengatakan, ada beberapa elemen yang menjadi landasan perumusan kebijakan cukai hasil tembakau. Mulai dari konteks industri yang tidak hanya memberikan sumbangan terhadap APBN nasional, tetapi juga akan memengaruhi pendapatan regional, khususnya bagi Provinsi Jawa Timur.
“(Cukai rokok) ini salah satu sektor di perekonomian Indonesia yang menyumbang ke PDB nasional dan PDB regional Jawa Timur,” kata Suahasil dalam Seminar Nasional Industri Hasil Tembakau LPEP Universitas Airlangga, Jakarta, belum lama ini.
Dalam konteks industri, produk hasil tembakau seharusnya bisa dikembangkan dan ditingkatkan baik dari sisi perkebunan tembakau maupun kesejahteraan para petani. Termasuk juga tenaga kerja yang bekerja di produk olahan tembakau.
“Ini jadi pekerjaan rumah kita, dari sisi industri dan tenaga kerja untuk mendapatkan dukungan,” kata dia.
Dukungan yang diberikan bisa dilakukan lewat berbagai jalur. Salah satunya harga produk yang tergantung pada tarif cukai yang ditetapkan pemerintah. “Dari sini cukai jangan naik terlalu tinggi. Ini Aspirasi yang kita dengarkan,” kata dia.
Di sisi lain kebijakan cukai ini juga menyentuh sektor konsumsi dari produk hasil tembakau. Konsumsi hasil produk rokok harus ditingkatkan demi menggenjot produksi yang lebih tinggi.
Suahasil mengatakan, dua hal ini menjadi pemikiran yang dalam bagi para pemangku kepentingan. Sebab dalam jangka panjang, konsumsi terhadap produk rokok ini bisa menyebabkan dampak kesehatan yang membuat belanja kesehatan bertambah. Opsi mengekspor produk hasil tembakau juga menjadi alternatif lain agar produksi tetap tinggi namun konsumsi dalam negeri bisa dikendalikan.
“Dampak ke kesehatan, ini bisa menyebabkan dampak ke biaya-biaya kesehatan dan ini jadi dimensi yang harus kita perhatikan harga dan cukai hasil tembakau,” kata dia. (Sumber berita: Liputan6.com, Merdeka.com)