Selama ini masyarakat mengenal Kecamatan Polanharjo sebagai wilayah utama sentra penghasil beras Kabupaten Klaten. Kecamatan dengan luas 23,84 kilo meter itu memiliki lahan pertanian luas dan irigasi teknis yang baik. Mata air besar tersebar di banyak desa dan tidak kering sepanjang tahun. Namun siapa sangka, wilayah dengan 18 desa itu pernah menjadi sentra penghasil tembakau Vorstenlanden.
Tembakau kelas satu yang menjadi bahan baku cerutu masyarakat Eropa selama berabad-abad. Adnan (86) warga Desa/ Kecamatan Polanharjo mengatakan Kecamatan Polanharjo menjadi sentra tembakau Vorsten sejak zaman kerajaan Mataram dan lahannya milik keraton.
” Pabriknya dulu besar dan baru berhenti sejak Jepang masuk sekitar 1942,” katanya, Minggu (28/4/2019).
Kakek kelahiran 1933 itu menceritakan saat dirinya lahir, pabrik pengeringan tembakau sudah ada. Lokasinya di utara kantor Kecamatan yang berubah menjadi lapangan sepak bola. Semasa jaya, di sisi timur lapangan merupakan perumahan mandor Belanda. Perumahan para sinder itu kini sisa dua yang nyaris ambruk dan bangunan lain menjadi semak. Untuk perumahan karyawan berada di selatan lapangan yang kini menjadi desa.
Tembakau ditanam di Kecamatan Polanharjo, Karanganom dan Tulung. Oleh Belanda, petani diwajibkan menanam tembakau meskipun ada lahan yang disisakan untuk menanam padi. Oleh Jepang pernah diganti menjadi gudang tanaman rami dan rosela tetapi tidak lama sebab Jepang kalah.
Pernah Dibakar
Tahun 1948, kata Adnan, pabrik dibakar rakyat sebab khawatir digunakan Belanda yang melakukan agresi militer menumpang pasukan Sekutu. Setelah tak beroperasi, Adnan mengaku diserahi merawat lahan.
Di usia senjanya, meskipun sempat menjadi pegawai tetapi tidak ada dana pensiun atau pesangon. Syamsuri, warga lain mengatakan saat dirinya lahir 1948, pabrik sudah tidak beroperasi. ”Meskipun sisa bangunan masih ada,” jelasnya.
Lahan itu menurut informasi menjadi bagian dari PTPN, seperti di Kecamatan Kebonarum. Bedanya gudang tembakau di Polanharjo di zaman dulu berada di bawah pabrik di Teras, Boyolali. Setelah pabrik dan gudang hilang riwayatnya, warga semua menanam padi. Kalaupun ada yang menanam tembakau hanya sebagian kecil. Air yang melimpah membuat petani menanam padi sepanjang tahun.
Data di Perpustakaan Daerah Kabupaten Klaten, Vorstenlanden awalnya merupakan istilah untuk menyebut daerah yang berada di bawah otoritas Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, serta Kadipaten Pakualaman. Sedangkan bahasa Belanda, Vorstenlanden berarti ” tanah milik raja ”. Sebab tambakau ditanam di lahan milik kerajaan, hasilnya dinamakan tembakau Vorstenlanden.
Camat Polanharjo, Milias Dwi Ariana mengatakan pernah mendengar cerita tentang sentra tembakau Vorsten itu di wilayahnya. Namun kecamatan tidak mengetahui detail sejarahnya sebab sudah tidak beroperasi sebelum Republik berdiri.***
Sumber: SuaraMerdekaSolo