Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Blitar terus memperkuat kelembagaan pertanian tembakau.
Upaya tersebut diwujudkan melalui berbagai program yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Beberapa program di antaranya sekolah lapang dan studi lapang.
Beragam inovasi pun dilakukan, salah satunya mengembangkan budidaya tembakau melalui sistem tumpangsari.
Untuk mempelajari lebih dalam pola tanam tembakau dengan sistem tumpangsari, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Blitar mengajak petani tembakau studi lapang ke Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogtakarta, Kamis (25/7/2019).
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Blitar, Wawan Widianto, mengatakan tumpangsari merupakan sistem pertanian yang ampuh mengantisipasi serangan hama dan meminimalkan permainan harga di tingkat tengkulak.
Tumpangsari juga memberikan pemasukan bagi petani selama menunggu masa panen tembakau.
“Kita ingin menggali potensi yang ada disini (Selopamioro). Ilmu dan pengetahuan yang kita peroleh dari sini akan kita gunakan untuk pengembangan pertanian di Kabupaten Blitar,” ungkap Wawan Widianto.
Dijelaskan, 80% masyarakat Kabupaten Blitar adalah petani. Oleh sebab itu potensi pertanian di Blitar harus digarap secara serius, termasuk tembakau.
“Daerah sini itu kering, sama seperti di Blitar selatan. Teknologi dan sistem pemasaran dari sini nantinya akan kita terapkan di Blitar selatan. Blitar selatan itu dulunya miskin, kini mulai maju dan sentra tanamanya adalah singkong. Kini juga jadi sentra tanaman cabe, sama dengan sini,” tukasnya.
Tak hanya petani, lebih dalam di kesempatan ini Wawan juga menghimbau kepada PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) Pertanian untuk menyerap ilmu sebanyak-sebanyaknya dalam studi lapang ini.
”Potensi pertanian kita luar biasa, PPL harus banyak menularkan ilmunya kepada masyarakat petani. Pertanian kita harus maju, karena sawah kita semakin sempit dan yang makan itu semakin banyak,” tandasnya.
Sementara itu menjelaskan Muslih Sawiji selaku Penyuluh Koordinator BPP Imogiri, menjelaskan Desa Selopamioro telah lama mengembangkan tumpangsari untuk tanaman bawang merah dan tembakau.
Budidaya tumpangsari ini menurutnya tidak sulit, bawang merah umur 40 hingga 45 hari sudah bisa ditanami bibit tembakau.
“Hasilnya luar biasa, bawang merahnya besar-besar dan tembakaunya juga bagus-bagus,” paparnya.
Dikatakannya, luas area tanam tembakau di Desa Selopamioro ini sekitar 140 hingga 150 hektar.
Luas tanaman ini berkurang karena petani ada yang berubah ke bawang merah dua kali.
Namun demikian kualitas tembakau dari desa ini sangat bagus dan bahkan sukses menelurkan varietas tembakau sendiri yang diberi nama tembakau Kedu Sili.
Untuk pemasarannya para petani masih menjualnya secara tradisional. Bahkan tidak sedikit petani yang mengolah sendiri tembakaunya.
“Keunggulan tumpangsari ini, pupuk kandang yang kita sebar untuk tanaman bawang merah, kalau tidak habis bisa digunakan untuk tanaman berikutnya yakni tembakau. Ini pola tanam organic,” paparnya.
Lebih dalam dia menyampaikan, selain bawang merah, tumpangsari tembakau bisa dikombinasikan pula dengan cabe merah dan jagung.
”Tembakau bisa ditumpangsari dengan tanaman lain seperti cabe dan jagung dengan jarak masa tanam tertentu,” pungkasnya.
Selain mendapat paparan budidaya tumpangsari dari Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Imogiri dan Penyuluh BPP Imogiri, dalam studi lapang ini petani tembakau Blitar juga diajak melihat langsung lahan pertanian tembakau di Desa Selopamioro yang menerapkan sistem tumpangsari.***
Sumber: JatimTimes