Kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU) sangat akrab dengan tembakau. Untuk mengurangi risiko kesehatan dan ketergantungan pada rokok, kini Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU mendukung inovasi produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik.
Seperti yang diutarakan salah satu Tim Penulis Lakpesdam PBNU, Idris Masudi kepada detikcom saat menjadi pembicara pada bedah buku fikih tembakau. Bedah buku ‘Kebijakan Produk Tembakau Alternatif di Indonesia’ di Ponpes Lirboyo, Kota Kediri.
“Penelitian ini, menghasilkan sejumlah temuan terkait konsep pengurangan risiko pada produk tembakau alternatif,” kata Idris, Senin (18/2/2019).
Menurut Idris, kehidupan warga NU sangat akrab dengan tembakau. Bukan saja karena banyak warga NU yang merokok, tetapi juga tidak sedikit yang kehidupan ekonominya bergantung pada tembakau.
“Dengan begitu, dibutuhkan berbagai inovasi dalam upaya mempertahankan kiprah sektor tembakau. Bahkan, pada saat yang sama mendorong pengurangan risiko kesehatan, terutama kebiasaan merokok,” imbuhnya
Idris mengatakan, sejumlah negara di berbagai belahan dunia telah melakukan riset dan kajian mendalam mengenai produk tembakau alternatif. Apalagi, produk tersebut telah tersedia di negara-negara maju. Seperti Inggris, Jepang, dan negara-negara Eropa lainnya.
“Begitu juga dengan negara Muslim seperti Palestina dan Kazakhstan yang telah menyediakan produk tembakau alternatif yang diyakini mampu mengurangi risiko bagi kesehatan,” katanya.
Menurut Dewan Perumus Lembaga Bahtsul Masail PBNU, KH Azizi Hasbullah, perlu ada pembahasan lebih dalam mengenai hukum produk tembakau alternatif. Sejauh ini, PBNU baru menerbitkan hukum untuk rokok konvensional.
Dengan kegiatan bedah buku hasil penelitian Lakpesdam PBNU terkait produk tembakau alternatif ini, diharapkan seluruh warga NU khususnya di wilayah Kediri dapat memiliki referensi yang kuat mengenai topik tersebut.
“Selain aspek agama, Lakpesdam PBNU menemukan fakta bahwa regulasi yang ada saat ini belum kondusif bagi perkembangan produk tembakau alternatif,” kata Azizi yang juga pengasuh Ponpes Lirboyo.
Senada dengan Azizi, salah satu Tim Penulis LBM PBNU lainnya, Mahbub Maafi mengatakan, selama ini pemerintah melihat produk tembakau alternatif sebagai objek penerimaan cukai. Padahal, produk tersebut memiliki risiko kesehatan lebih rendah.
“Pemerintah masih melihat sebagai objek cukai yang bisa mendatangkan devisa negara. Namun belum menyadari nilai positif yang diberikan dari produk tembakau alternatif yang merupakan hasil dari pengembangan teknologi,” katanya.
Menurutnya, pemerintah harus mempunyai kerangka regulasi baru untuk produk tembakau alternatif sehingga menurunkan angka prevalensi perokok. Terlebih berdasarkan hasil riset Public Health England, dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris pada 2018 berjudul ‘Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018’, penggunaan produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan 95 persen lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. ***
Sumber: Detik