Pada Senin (22/4/2019) lalu, usai konferensi pers terkait kinerja APBN Maret 2019, Direktur Jenderal Bea dan Cukai DJBC Heru Pambudi mengaku tengah mengkaji untuk menaikkan tarif cukai rokok pada pertengahan tahun ini.
Tujuannya tak lain untuk memberantas maraknya rokok ilegal, meningkatkan penerimaan cukai rokok, serta mengontrol konsumsi rokok.
Menanggapi wacana tersebut, Ketua Departemen Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono mengatakan siap mendukung kebijakan cukai, asalkan kebijakan tersebut rasional dan berimbang, serta mempertimbangkan kelangsungan industri tembakau.
Apalagi saat ini, produksi hasil tembakau tersebut sedang mengalami penurunan. Pada tahun 2017 misalnya, produksi juga mengalami penurunan sebesar 1,6% atau setara dengan 5,4 miliar batang.
“Terhadap wacana pemerintah untuk menaikkan cukai di pertengahan tahun 2019, AMTI berharap pemerintah betul-betul mengkaji secara mendalam. Mengingat selama tiga tahun terakhir produksi hasil tembakau mengalami penurunan,” ujarnya pada Tim CNBC Indonesia, Rabu (24/4/2019).
“AMTI mengapresiasi kinerja Dirjen Bea Cukai. Capaian cukai hasil tembakau, terhadap empat pilar kebijakan cukai hasil tembakau 2018 berupa; pengendalian konsumsi, penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan peredaran rokok illegal, on the track.”
“Dari aspek pengendalian konsumsi [misalkan], telah terjadi penurunan produksi yang selaras dengan tingkat prevalensi merokok pada usia dewasa, di mana pada tahun 2016, prevalensi nasional mencapai 32,8 atau menurun sekitar 9,6%.”
Selain itu menurut Hananto, kontribusi rokok cukup besar bagi penerimaan perpajakan dan cukai.
Sebagai informasi, berdasarkan data dari APBN Kita, edisi April 2019, penerimaan cukai sampai dengan 31 Maret ini mencapai Rp 21,35 triliun atau sudah mencakup 12,9% dari total target yang sebesar Rp 165,5 triliun.
Bahkan, APBN Kita edisi April 2019 menyebutkan, cukai hasil tembakau atau CHT merupakan penyumbang terbesar penerimaan cukai Bulan Maret ini.
“Setiap tahun, pemerintah senantiasa mengandalkan produk hasil tembakau (HT) untuk memenuhi target penerimaan perpajakan. Rata-rata setiap tahun, CHT berkontribusi 10,5% dari penerimaan perpajakan.”
“Apabila dihitung dengan kontribusi rokok secara keseluruhan, yakni cukai, PPN HT, dan pajak rokok, terhadap penerimaan pajak, rata-rata setiap tahun mencapai 13,1%.”
Tak hanya itu, Hananto juga mengatakan, pertimbangan matang dan mendalam sangat diperlukan sebelum pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai karena peranan industri rokok yang mampu menyerap hingga tujuh juta tenaga kerja Indonesia.
“Industri hasil tembakau Indonesia menyerap 7,0 juta pekerja secara langsung maupun tidak langsung pada tahun 2015, angka diperkirakan konstan pada tahun 2017.”
“[Oleh karena itu], AMTI berpendapat pemerintah konsisten terhadap komitmennya seperti yang tertuang dalam PMK 156 Tahun 2018 untuk tidak ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau, dengan tetap mengedepankan arah kebijakan cukai Indonesia yang mempertimbangkan kemampuan industri.”
“Kebijakan yang dibuat harus prudent dengan mempertimbangkan semua aspek dan mempertahankan law enforcement di bidang cukai.”***
Sumber: CNBC Indonesia