Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) mengembangkan produk guiding dtick yang merupakan suatu alat multifungsi yang dapat digunakan sebagai penerjemah, penuntun jalan dengan roda, dan fitur tambahan berupa tongsis (tongkat narsis). Tongkat ini juga bisa digunakan kaum disabilitas.
Tongkat multifungsi tersebut dibuat Rumanda Engala Kapisa (Teknik Mesin, 2015), Dwi Astuti (Teknik Fisika, 2015), dan Slamet Zarkasih (Arsitektur, 2015). Alat ini sukses meraih penghargaan Grand Prize dalam kompetisi International Student Joint Capstone Design Project (i-CAPS) dan International Student Multidisciplinary Design Camp (d-CAMP) yang diselenggarakan dari Januari-Oktober 2019.
“Hari pertama kegiatan, kami dibawa jalan-jalan di sekitar Taiwan dan diminta untuk mencari pemasalahan yang ada. Dari kegiatan (hari pertama ini) kami mencari solusi dari permasalahan yang ada dalam bentuk engineering solution,” ujar Rumanda Engala Kapisa yang akrab disapa Daeng, dikutip dari siaran pers ITB, Selasa (12/2/2019).
Pada kompetisi tersebut, tim ITB bersama dua anggota lainnya yang berasal dari Kwangwoon University ditantang untuk bekerja sama dalam mendesain produk inovasi yang menjawab permasalahan di Taiwan.
Trotoar di Taiwan belum dilengkapi dengan penanda jalan bagi kaum disabilitas seperti trotoar di jalan-jalan besar di Indonesia. Sehingga pada saat berjalan di atas trotoar menjadi sulit karena harus ada pendamping atau meraba-raba jalan.
Maka alat buatan mahasiswa ITB tersebut dinilai efektif untuk kaum disabilitas jika berjalan sendirian diatas trotoar karena dengan Guiding Stick ini pengguna dituntun dengan adanya fitur roda pada alat. Fitur roda ini diatur menggunakan motor agar menyesuaikan kecepatan normal manusia.
Menurut Daeng, permasalajan lain yang diangkat oleh timnya yaitu sulitnya turis untuk membaca petunjuk jalan. Sebab tulisan informasi dan petunjuk jalan di Taiwan hanya ditulis dengan alfabet Cina, ini menyulitkan turis asing mancanegara yang mayoritas tidak mengerti alfabet Cina. Sehingga tim merancang alat penerjemah yang mampu membaca tulisan alfabet tersebut dengan bantuan kamera.
Selain itu, turis sulit untuk mengandalkan aplikasi maps dengan pertimbangan kurang nyaman dan berbahaya jika digunakan saat berjalanan di sekitar Taiwan. Ditambah lagi jika menggunakan gawai, saat di persimpangan jalan mereka harus berhenti terlebih dahulu untuk mengecek rute selanjutnya.
Sementara Guiding Stick hadir dengan fitur yang mampu menuntun penggunanya pergi ke tempat yang diinginkan. Dengan hanya menyebutkan tempat yang akan dituju, Guiding Stick menerima input tersebut melalui speaker dan setelah itu akan menuntun pengguna dengan bantuan roda.
Pengguna dapat dengan mudah mengikuti Guiding Stick untuk sampai tempat yang dituju. Pada fitur ini, alat didukung oleh GPS dan tersedia pada jaringan online maupun offline. Jadi kita cuman pegang stiknya saja,” kata Daeng.
Alat Guiding Stick ini akan dipresentasikan lagi pada tahap ke-2 kegiatan i-CAPS di Korea Selatan bulan Agustus mendatang. Pada kompetisi tersebut, sebanyak 18 mahasiswa ITB ikut berpartisipasi. Mereka dibagi ke dalam 5 tim berbeda yang terdiri atas 4-7 orang dengan anggota tim berasal dari negara berbeda. Rumanda Engala Kapisa, Dwi Astuti, dan Slamet Zarkasih adalah salah satu tim yang meraih penghargaan. [Iman]