Cita rasa tembakau Madura tak bisa disepelekan. Aromanya khas. Bahan baku pabrik rokok terbesar di Indonesia, 60 persen dari tembakau Madura.
Lebeng Timur merupakan satu desa di Kecamatan Pasongsongan, Sumenep. Masyarakatnya, rata-rata bekerja sebagai petani. Sedangkan kondisi perekonomian bisa disebut menengah ke bawah. Mereka bercocok tanam, mulai dari jagung, padi, kacang, umbi-umbian hingga tembakau. Mereka hidup dari hasil olah bumi.
”Tembakau dari Lebeng Timur ini sangat diperhitungkan. Mereka menjadi salah satu penghasil tembakau terbesar di Madura,” terang pembina Yayasan Masyarakat Tembakau Lebeng Timur A Hamzah Fansuri Basar kepada Jawa Pos Radar Madura (JPRM), baru-baru ini.
Dari situlah kemudian, lelaki yang akrab disapa Ifan dan kawan-kawannya menginisiasi Festival Tembakau. Festival Tembakau adalah kegiatan rutin yang digelar tiap tahun oleh Yayasan Masyarakat Tembakau Lebeng Timur. Festival ini dirintis kali pertama pada 2019. Pada 2021, Festival Tembakau sudah terlaksana untuk kali ketiga.
”Festival Tembakau Madura ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang bertujuan, terutama sebagai bentuk syukur. Festival ini juga diharapkan menjadi wadah pemberdayaan masyarakat petani,” paparnya.
Akan tetapi, kata Ifan, hal yang paling besar dari agenda bisa menjaga ekosistem perkebunan tembakau, membuka ruang penyaluran hasil perkebunan. Bahkan, membangun komunikasi lintas agraria dengan merepresentasikan nilai-nilai tradisi, adat-istiadat serta melestarikan seni dan kebudayaan masyarakat agraris.
Dari festival inilah, pada 2021, Desa Lebeng Timur ditunjuk oleh Kemdikbudristek sebagai salah satu desa budaya dari 359 desa budaya di seluruh Indonesia. Pemilihan dan penetapan desa budaya itu didasarkan pada beberapa kriteria.
”Misalnya adanya warisan cagar budaya, ritus adat, data kesenian, dan sebagainya. Desa Lebeng Timur sendiri dipilih dan ditetapkan sebagai desa budaya karena adanya perhelatan rutin Festival Tembakau Madura yang berbasis masyarakat,” lanjutnya.
Akan tetapi, mengingat situasi masih belum memungkinkan karena adanya pandemi, maka Festival Tembakau Madura ke-3 ini digelar dalam lingkup internal masyarakat Desa Lebeng Timur. Sementara untuk masyarakat umum, kegiatan ini dilakukan dengan konsep virtual. Konsep tersebut dipilih dan diambil sebagai upaya antisipatif persebaran Covid-19.
Festival berbasis masyarakat sudah digelar pada Sabtu-Minggu, 2-3 Oktober 2021 di Desa Lebeng Timur. Kegiatan yang dimulai pada sore dengan lomba Permainan Tradisional Kerrabhân Opè.
”Permainan tradisional adu kecepatan dalam menarik pelepah kelapa ini dilombakan untuk anak-anak. Pada malam hari, acara dilanjutkan dengan pertunjukan Kesenian Rakyat. Acara di hari pertama ditutup dengan pelepasan Dhâmar Korong, yakni balon udara khas Madura yang terbuat dari kertas dan diterbangkan dengan asap dari bahan bakar api,” terang lelaki kelahiran Pamekasan itu.
Selain itu, sepanjang hari hingga malam, terdapat pula Galeri Tembakau, Parade Tembakau, dan Kopi Kacang. Galeri Tembakau merupakan kegiatan pameran foto yang menampilkan jenis-jenis tembakau Madura, kegiatan petani sepanjang musim tembakau, dan dokumentasi acara kegiatan Festival Tembakau Madura tahun sebelumnya.
”Ada juga pasar dan Parade Tembakau, yang merupakan acara pameran dari jenis tembakau Madura. Di sana masyarakat diperkenankan untuk mencicipi setiap jenis tembakau ataupun membelinya,” katanya.
Uniknya, dalam festival ini ada suguhan khusus, yakni Kopi Kacang. Kopi kacang ini merupakan suguhan khas pada saat musim panen tembakau tiba. Kopi tersebut dihidangkan untuk menjamu para perajang yang bekerja mengiris daun tembakau.
”Istilah Kopi Kacang inilah yang kemudian dijadikan konten acara untuk dapur desa yang menyajikan makanan khas dari masyarakat tembakau,” tutur Ifan.
Jufriyanto, pemuda Lebeng Timur mengatakan, masyarakat sangat antusias dengan festival ini. Sebab, selain berfungsi untuk mengedukasi petani, festival ini juga memberikan semacam kebahagiaan kecil setelah sekian lama bertani.
Bahkan, dari festival ini pula kemudian lahir Yayasan Masyarakat Tembakau. Di mana fokus utama dari gerakan masyarakat ini adalah advokasi mengenai tembakau. ”Dengan festival ini, masyarakat juga mampu memanfaatkan platform digital,” tutur pemuda 28 tahun itu.
Sehingga, masyarakat tidak terpaku pada harga gudang saat musim panen tembakau tiba. Selebihnya, kata Jufri, dengan adanya festival ini, masyarakat juga punya nalar kritis dalam melihat pasar. (sumber: Radar Madura)