Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta pemerintah agar kebijakan industri hasil tembakau lebih mempertimbangkan faktor keberlanjutan usaha serta kesejahteraan para petani.
“Kebijakan pemerintah harus mengedepankan kelangsungan mata pencaharian petani tembakau. Saat ini sekitar 300 aturan yang mengimpit industri hasil tembakau, sehingga menghambat laju budi daya tanaman tembakau,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji, beberapa waktu lalu.
Dari ratusan regulasi tersebut, beberapa aturan yang menekan petani tembakau yaitu Peraturan Pemerintah nomor 18/2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan wacana untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012.
Agus menambahkan, jutaan petani tembakau di seluruh Indonesia serta para buruh pabrik dan pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya dari keberlangsungan industri hasil tembakau.
Ia pun mengkhawatirkan revisi PP 109/2012 atau penggodokan aturan terkait industri hasil tembakau, baik di tingkat nasional maupun daerah, disusupi oleh kepentingan organisasi anti-tembakau.
Jika revisi tersebut dilaksanakan kondisi para pemangku kepentingan di industri tembakau, termasuk petani, akan semakin terpuruk ke depannya.
“Walaupun ranahnya adalah industri yang dihantam, tetapi yang terkena pukulannya adalah petani,” tegasnya.
Agus menjelaskan, kampanye anti-tembakau telah masif disuarakan sejak awal tahun 2000-an.
Ia meyakini kampanye lembaga-lembaga anti-tembakau tidak murni untuk menurunkan prevalensi perokok di Indonesia. Tak sekadar kampanye, tetapi sudah lebih maju memasuki berbagai ranah, mulai dari lembaga pendidikan, pihak swasta, bahkan hingga pemerintahan melalui gelontoran dana hibahnya.
Bahkan menurutnya, baru-baru ini Badan Pengawas Obat dan Makanan Filipina mengakui menerima dana hibah dari lembaga asal Amerika Serikat ini untuk mendorong intervensi regulasi tembakau. Dalam prosesnya, aspirasi pemangku kepentingan terkait tidak diperhitungkan.
“Pandangan kami ini tidak sebatas murni kegiatan yang menurunkan prevalensi perokok, tetapi kelihatannya mungkin ada sebuah misi yang terselubung,” ujarnya.
Jika tujuan organisasi anti-tembakau adalah murni untuk menghindarkan masyarakat dari penyakit berbahaya akibat produk tembakau, ia menyarankan agar dana mereka bisa disalurkan untuk melakukan penelitian dan pengembangan guna mengurangi profil risiko yang dikandung produk tembakau.
“Ini kan malah sangat bagus (dana digunakan untuk penelitian). Tetapi ketika dana hibah digunakan untuk memerangi tentang keberlanjutan pertanian tembakau, walaupun yang diserang itu rokoknya, kami tidak sepakat. Ini sebuah tujuan yang intinya sangat menzalimi pertanian tembakau,” ujarnya. (Sumber: liputan6)