Nama Desa Tlilir di Temanggung mungkin belum begitu populer. Namun, desa wisata ini populer berkat komoditi tembakau yang jempolan.
Menyandang nama besar sebagai desa penghasil tembakau terbaik di dunia pun belum cukup bagi Desa Tlilir di Temanggung, Jawa Tengah. Warga pun masih harus terus berjuang demi roda perekonomian agar terus berputar.
Kebijakan pemerintah terkait ekspor tembakau ternyata masih merugikan para petani tembakau seperti dari Desa Tlilir, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Membanjirnya produk tembakau dari China sangat menyumbat suplai tembakau dari desa yang berada di kaki Gunung Sumbing ini. Selain itu berimbas pula pada rendahnya harga tembakau, serta suplai daun tembakau dari Tlilir ini pun tak mampu keluar banyak ke pangsa pasar dalam negeri.
Fatur Rahman, kepala Desa Tlilir, menjelaskan tembakau ini sifatnya musiman. Harus ada sisi lain yang harus digali agar perekonomian desa ini terus mengalir dan berdiri secara mandiri.
Pariwisata dapat menjadi salah satu pijakan rasional untuk menggerakkan hal tersebut. Pasalnya, Desa Tlilir ini memiliki potensi wisata dan ekonomi kreatif untuk diangkat sebagai daya tariknya. Salah satunya kebudayaan warisan leluhur seperti mulai dari tanam hingga panen raya tembakau.
“Mulai dari tanam tembakau hingga panen raya itu ada ritualnya. Dan ini telah menjadi tradisi leluhur. Saat musim tanam para warga bawa ingkung ke kebun sebagai ucapan terima kasih kepada yang Maha Kuasa,” ujar Fatur seperti dikutip detikTravel dari siaran persnya, Senin 20 Desember 2021.
Ia menambahkan Desa Tlilir memiliki event seni budaya tahunan yang terkait dengan tembakau. Oleh karena itu, tak salah jika Desa Tlilir mendeklarasikan diri sebagai Kampung Mbako.
Selain sebagai penghasil tembakau terbaik di dunia, secara budaya Desa Tlilir terus menjaga tradisi leluhurnya.
“Tembakau dari salah satu warga Desa Tlilir pernah diuji di laboratorium di Jerman. Dan hasil uji laboratorium itu menyebut, jika tembakau dari warga kami menyandang hasil terbaik di seluruh dunia,” jelasnya.
Selain event terkait tembakau, Desa Tlilir pun masih memiliki event tahunan lainnya seperti Festival Domba yang diikuti lintas kabupaten, kemudian ada event Pasar Ahad Pahing yang memiliki perputaran rupiah 30 juta dalam setengah hari.
“Event-event tersebut berlangsung untuk mengisi ruang usai panen raya tembakau. Dengan harapan pergerakan roda ekonomi di desa kami terus berjalan stabil dari luar sektor tembakau,” kata dia.
Kepala Desa Tlilir kembali menegaskan, semangat kebersamaan dan atau gotong royong menjadi modal besar untuk menggerakkan sektor pariwisata dari sisi event guna mendatangkan wisatawan. Festival Tembakau Srintil adalah salah satu strateginya.
Selain mengukuhkan untuk menjadi Kampung Mbako di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, pun berusaha menjawab ke para wisatawan bagaimana proses tembakau terjadi dari hulu ke hilirnya.
Ambar Setyawati selaku inisiator Kampung Mbako menerangkan Temanggung terkenal sebagai daerah penghasil tembakau. Namun, belum ada destinasi yang dapat dituju kemana wisatawan untuk mengetahui lebih jauh tentang tembakau, baik secara sejarah maupun museumnya.
Desa Tlilir, tambah Ambar, mempunyai potensi tersebut. Baik secara sejarah, maupun tradisinya. Sehingga ketika wisatawan ingin belajar dan mendapat literasi tentang tembakau mereka mengetahui kemana harus menujunya.
Yang perlu menjadi catatan adalah, bahwasannya Festival Tembakau Srintil yang berlangsung pada 15 Desember 2021 ini dibangun dan diselenggarakan atas swadaya masyarakat.
Pada penyelenggaraan tahun depan akan ada lelang tembakau dan menghadirkan pemerhati tembakau dari Belanda, Australia dan Jepang.
“Ada semangat yang begitu kuat dan besar dari pimpinan desa hingga warganya untuk menjadikan Desa Tlilir ini sebagai Desa Wisata “Kampung Mbako”. Termasuk pembiayaan dalam Festival Tembakau Srintil yang perdana ini,” kata Ambar.
Tidak hanya kompak dalam hal penyelenggaraan Festival Tembakau Srintil, pimpinan desa dan warga Desa Tlilir pun antusias untuk memiliki museum tembakau di wilayahnya. Hal ini terlihat, bagaimana warga mengumpulkan asset-aset terkait tembakau yang dimiliki para leluhurnya.
Dalam museum sederhana hasil swadaya warga, terlihat beberapa benda seperti tempat perajangan tembakau, pisau rajang, tembakau kualitas terbaik dari puluhan tahun silam, hingga tembakau Lamsi Srintil kualitas terbaik dari desa tersebut.
“Warga menghendaki museum mbako ini menjadi besar dari dana swadaya masyarakatnya. Tanah untuk museum telah ada. Kemudian konsep besarnya adalah ada diorama tentang tembakau di dalamnya,” papar Ambar.
Selain itu, tambah Ambar, di luar museum memiliki gardu pandang sehingga wisatawan dapat melihat hamparan pohon tembakau dari ketinggian, ada edukasi terkait tembakau, ada green house-tempat penyemaian tembakau dan lainnya.
Tantangan ke depan, lanjut Ambar-yang juga penggiat pariwisata dari Travelita ini adalah, kesiapan warga dalam menjamu dan melayani wisatawan.
“Kami dari Travelita akan melakukan pendampingan dalam penataan mulai dari homestay dan lainnya,” kata Ambar. (sumber: Detik Travel)