Isu kenaikan cukai rokok mengguncang industri tembakau dan produk turunannya. Kenaikan cukai ini mencekik para pelaku industri, mengakibatkan PHK mengancam.
Pabrik pelintingan rokok kretek menjadi salah satu yang terkena dampak kenaikan cukai rokok. Kenaikan cukai rokok yang direncanakan pemerintah Jokowi cukup meresahkan bagi pelaku dan mata rantai industri ini.
Manager Operasional PT Sari Tembakau Harum, Joko Surono mengaku hal tersebut. Saat ini saja telah diakui dampak penurunan secara drastis. Dampaknya berangsur produksi menurun, sehingga mengakibatkan pengurangan tenaga kerja. Jika kondisi seperti dibiarkan, maka bukan tidak mungkin akan muncul fenomena PHK. “Belakangan ini sudah kian mengalami penurunan drastis,” kata Joko, Kamis (9/11/2017).
PT Sari Tembakau Harum sendiri merupakan industri tembakau yang berdiri sejak 9 November 2006. Pertama kali berdiri mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1.797 orang dan tercatat 90 persen merupakan pekerja perempuan. Perusahaan ini menjadi salah satu dari 38 Mitra Produksi Sigaret (MPS) produsen rokok PT HM Sampoerna Tbk yang tersebar di berbagai wilayah. “Pengurangan jumlah tenaga kerja itu sulit untuk dihindari dan harus dilakukan jika ingin usahanya bertahan, di tengah terjadinya penurunan volume produksi rokok oleh pabrikan,” katanya.
Saat ini, PT Sari Tembakau Harum hanya memiliki sisa 647 pekerja yang sebagian besar adalah kaum perempuan usia produktif. Minimal berusia 18 tahun. Tapi rata-rata berusia 21-40 tahun. Pendidikan formal tidak jadi syarat wajib. “Yang penting bisa membaca,” katanya.
Namun, dia menjamin penghasilan yang didapatkan para buruh pelinting rokok itu tidak kalah dengan industri lain dan sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kendal, sehingga banyak yang berminat melamar bekerja. Buruh pelinting rokok bekerja selama tujuh jam pada Senin-Jumat. Sabtu hanya bekerja lima jam, dan Minggu libur. Sudah terjamin dalam jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan. “Pada 2007, jumlah pekerja di perusahaannya sempat melonjak menjadi 1.825 orang. Namun, pada 2008 turun 1.653 orang, kemudian pada 2009 turun lagi 1.344 orang, pada 2016 menyusut kembali menjadi 701 pekerja, dan saat ini tinggal sebanyak 647 pekerja,” katanya.
Direktur Utama PT Sari Tembakau Harum Warih, Sugriyanto mengatakan perusahaan harus mengurangi karyawannya, karena volume produksi rokok yang diorder pabrikan turun dratis, seiring merosotnya tingkat konsumsi pasar rokok. “Tahun depan, dipastikan masih ada pengurangan produksi lagi, mengingat kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai mulai diberlakukan tahun depan,” ujarnya.
Menurutnya, kenaikan tarif cukai rokok yang semakin tinggi bakal mengakibatkan harga rokok semakin mahal dan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat konsumen hingga pabrikan pada akhirnya menurunkan volume produksinya. “Turunnya permintaan pasar ini bukan karena orang kemudian berhenti merokok, namun menyesuaikan, dan umumnya mereka beralih membeli rokok yang harganya lebih murah,” kata Warih.
(Ratna Dewi Amarawati)