Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan menyebutkan jika pendapatan negara dari sektor cukai rokok cukup besar. Sehingga, pemerintah masih masih mengandalkan cukai rokok untuk meraih pendapatan negara.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pada 2018 pendapatan negara dari sektor cukai rokok mencapai Rp153,3 triliun atau Rp4,3 triliun lebih besar dari target sebanyak Rp149 triliun.
Sedangkan pada tahun ini, pendapatan negara dari cukai rokok atau hasil tembakau ditargetkan mengalami peningkatan, menjadi Rp159 triliun.
“Hingga akhir Februari 2019, cukai rokok sudah terkumpul sebanyak Rp10,8 triliun,” katanya, usai pelepasan ekspor perdana rokok produk PT Philip Morris Indonesia ke Jepang, di kawasan pabrik rokok, di Karawang, Jawa Barat, Kamis (21/03/2019).
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan kalau barang yang terkena cukai tidak hanya rokok dan minuman keras.
Saat ini barang yang terkena cukai di Indonesia hanya ada beberapa jenis, yakni hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol. Sedangkan hasil tembakau menyumbang 90 persen pendapatan dari cukai tiga barang itu.
Sebenarnya, jika dilihat dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku, barang yang terkena cukai kemungkinan tidak hanya tiga jenis barang itu.
Dalam ketentuannya, kriteria barang yang kena cukai ialah konsumsi barang tersebut perlu dikendalikan, peredaran barang itu perlu diawasi, dan konsumsi barang tersebut menimbulkan eksternalitas negatif, baik bagi kesehatan maupun lingkungan.
“Kriteria ke empat adalah perlunya pungutan negara untuk menjamin keseimbangan dan rasa keadilan. Jika melihat kriteria itu, masih banyak barang-barang lain yang layak kena cukai,” kata dia.