Luas lahan dan produksi cengkih di Sleman terus menyusut sejak erupsi Merapi pada 2010. Saat ini petani memilih beralih menanam tanaman hortikultura dibanding menanam tanaman keras seperti cengkih.
Petani cengkih di Dusun Banjarsari, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Suminten (54) mengatakan lahan cengkih yang ia kelola sudah mulai susut sejak erupsi Merapi pada 2010. “Lahan terus menyusut. Dulu saya menanam di tanah kas desa, dan ketika Merapi meletus pada 2010, lahan dipakai untuk hunian sementara,” katanya.
Suminten mengatakan, saat ini ia hanya memiliki tiga batang pohon cengkih. Menurut dia, menanam pohon cengkih sangat menguntungkan. Meski demikian proses penanamannya cukup lama, sehingga membuat petani memilih beralih ke sektor tanaman hortikultura.
“Petani lebih memilih menanam tanaman yang lebih cepat memberikan keuntungan seperti pisang, kelapa, dan tanaman buah,” ucapnya.
Tidak hanya Suminten, Sutarjo (60), petani cengkih lainnya menuturkan hal senada. Menurut dia, petani yang dulunya menanam cengkeh sudah tak punya lahan lagi. Kalaupun ada lahannya, petani sudah enggan menanam cengkeh.
“Selain karena memang lahannya menyusut. Petani disini sudah enggan menanam cengkeh karena takut terjadi erupsi sewaktu-waktu. Sehingga mereka memilih menanam tanaman yang daur panennya pendek,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hortikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman, Edi Sri Hartanto, mengatakan saat ini komoditas tanaman cengkih di Sleman hampir punah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sleman, luas lahan cengkih di Sleman pada 2016 hanya 24,8 hektare dengan total produksi sebanyak 99,9 kuintal.
“Banyak lahan tanaman cengkih yang dialihkan ke usaha yang lain, seperti di daerah Turi. Di sana tanaman cengkih terdesak tanaman buah salak,” ujarnya.
Menurut Edi, di Sleman beberapa wilayah yang masih memiliki banyak tanaman cengkih di antaranya Cangkringan, Turi dan Pakem. Berdasarkan data BPS Sleman, sebanyak 70% lahan cengkih di Sleman terdapat di Cangkringan.
“Kondisi lahan yang memang terus menyusut, ditambah kekhawatiran adanya erupsi membuat petani lebih memilih menanam tanaman umum seperti palawija atau buah-buahan,” ucapnya.***
Sumber: Pikiran Rakyat