Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) tengah berupaya mendorong kemitraan antara petani tembakau dan industri. Pemerintah pun diminta ikut serta membantu mendorong program kemitraan ini.
Menurut Ketua Umum AMTI Budidoyo, adanya program kemitraan ini maka akan bisa membantu meningkatkan kesejahteraan petani. Bahkan, kualitas, ketersediaan pasokan tembakau pun akan terjamin dengan adanya program kemitraan ini.
“Persoalan saat ini adalah rantai pemasok yang terlalu banyak sehingga menyebabkan nilai tambah petani kecil. Petani menjual ke pengepul, selanjutnya pengepul menjual ke pengepul lagi, berkali-kali hingga sampai ke industri,” ujar Budidoyo.
Budidoyo mengatakan, saat ini harga di tingkat petani beragam. Harga tersebut tergantung jenis dan kualitasnya. Ada tembakau yang dihargai Rp 35.000 – Rp 40.000 per kg, namun ada juga yang dihargai Rp 80.000 per kg. Biasanya, industri pun mendapatkan harga yang jauh lebih mahal.
“Dengan begitu industri akan mendapatkan jaminan harga. Kualitas juga terjamin karena adanya pendampingan dari industri. Kalau tidak, kepastian pasokan pun akan sulit telebih dengan wacana pembatasan impor tembakau,” jelas Budidoyo.
Lebih lanjut Budidoyo menyampaikan bahwa produksi tembakau lokal dalam kondisi normal bisa mencapai 190.000-200.000 ton dalam setahun Menurutnya, industri masih kekurangan bahan baku lantaran kebutuhannya bisa lebih dari 300.000 ton dalam setahun. Ini pulalah yang menjadi alasan mengapa program kemitraan penting dilakukan.
Sementara itu, Budidoyo pun mengatakan produksi tembakau tahun ini belum bisa diprediksi karena belum bisa memasuki musim tanam. Dia bilang, musim tanam baru berlangsung pada Maret hingga Mei, dan musim panen akan berlangsung pada Juli hingga Oktober.
“Kalau musim keringnya lebih banyak ketika masa panen, maka produksinya lebih baik, kalau di musim tanam juga hujannya masih terus terjadi, maka produksinya juga bisa berkurang,” ujar Budidoyo.***