Industri hasil tembakau (IHT) dinilai sebagai salah satu sektor yang harus mendapatkan perlindungan di tengah tekanan pandemi COVID-19 gelombang kedua dan dampak dari kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Untuk itu, pemerintah saat ini diharapkan dapat memberikan kepastian usaha kepada pelaku bisnis untuk mengurangi beban yang berat, salah satunya dengan tidak menaikkan tarif cukai rokok.
“Saat ini bukan waktu yang tepat mewacanakan kenaikan tarif dan simplifikasi cukai hasil tembakau. IHT justru harus dijaga dengan kebijakan yang berpihak, mengingat situasi ekonomi menurun dan masyarakat sulit untuk mencari pekerjaan,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan dikutip dari Antara Selasa 27 Juli 2021.
Menurut dia, pemerintah sebaiknya lebih fokus terhadap penanggulangan pandemi COVID-19 terlebih dahulu, ketimbang melahirkan kebijakan baru yang tidak berpihak kepada industri.
Kebijakan PPKM sejauh ini, berpotensi menimbulkan ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran terbuka di beberapa provinsi.
Termasuk di daerah sentra tembakau yang merupakan serapan tenaga kerja oleh IHT jadi tumpuan ekonomi daerah, seperti Kudus, Temanggung, Jember, dan Deli.
Saat ini terdapat tiga tantangan besar yang dihadapi IHT, mulai dari menurunnya ekonomi masyarakat akibat pandemi, kekhawatiran kembali naiknya tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), hingga kemungkinan penyederhanaan struktur tarif cukai (simplifikasi).
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Profesor Candra Fajri Ananda menuturkan bahwa pengenaan kebijakan harga (price policy) untuk alasan perlindungan kesehatan menjadi strategi yang kurang tepat sasaran.
“Apabila pemerintah memang ingin menyelesaikan masalah kesehatan maka yang perlu dicari adalah solusi untuk mengendalikan efek produk tembakau, bukan membunuh industrinya melalui kenaikan tarif ataupun simplifikasi yang eksesif,” ujarnya.
Menurut dia, kebijakan penetapan cukai hasil tembakau (CHT) yang adil diperlukan agar pasar rokok legal tidak terbebani dan bisa memenuhi permintaan secara legal.
Industri rokok telah menyumbang kontribusi ekonomi terbilang besar. Tahun lalu saja, cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp139,5 triliun.
Untuk itu, salah satu jalan tengah yang bagi produsen rokok dan pemerintah saat ini adalah dengan menyusun peta jalan (roadmap) industri.
“Melalui peta jalan yang multiobjectives, kita berharap hal tersebut dapat membantu IHT untuk dapat menyesuaikan kebijakan industrinya dan tidak menjadi kaget ketika pemerintah menerapkan kebijakan IHT tertentu,” ujar Candra.
Ia tidak menampik pemerintah saat ini punya pekerjaan bersama yang lebih besar, yakni penanggulangan pandemi, sehingga urgensi untuk melakukan penyesuaian tarif cukai belum terlalu diperlukan.
“Di tengah pandemi, IHT menjadi salah satu sektor usaha yang berkontribusi besar menopang perekonomian negara. Kalau semakin ditekan justru dapat memberikan dampak negatif bagi penerimaan negara,” katanya.(sumber: Liputan6)