Pemerintah berencana menaikkan kembali tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok di tahun depan. Hal ini pun mendapat tanggapan dari pengusaha rokok yang tergabung dalam Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI).
Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan menuturkan bahwa yang dibutuhkan industri hasil tembakau saat ini adalah insentif pemerintah. Apalagi, pandemi Covid-19 sejak tahun lalu hingga saat ini masih memberikan tekanan pada industri.
“Bahwa menjaga industri yang tersisa saat pandemi COVID-19 dengan daya tahan kuat seperti industri hasil tembakau perlu menjadi perhatian pemerintah. Ketika pemerintah perlu menjaga sisi demand (permintaan) dan supply (penyediaan) masyarakat, maka dukungan dibutuhkan bagi industri,” ujar Henry kepada, Senin 7 Juni 2021.
Dia berharap pemerintah tak menaikkan cukai rokok di tahun depan. Menurutnya, pandemi dan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 12,5 persen di tahun ini masih membebani industri.
“Beban ganda itu, membuat anggota kita kepayahan. Karenanya, kami berharap, tahun 2022 pemerintah tidak menaikkan tarif cukai rokok alias status quo. Dengan tidak dinaikkan tarif cukai rokok, diharapkan industri bisa melakukan recovery,” jelasnya.
Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah dapat berempati pada industri rokok yang menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam penerimaan negara. Henry pun meminta pemerintah untuk tidak merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Beberapa poin revisi tersebut antara lain memperluas ukuran gambar peringatan kesehatan pada bungkus rokok dari 40 persen menjadi 90 persen, pelarangan bahan tambahan dan melarang total promosi dan iklan di berbagai media, serta pelarangan penggunaan bahan tambahan yang beraroma dan berasa.
“Demi keberlangsungan industri, sebaiknya wacana revisi PP 109/2012 tidak dilanjutkan demi menjaga iklim berusaha yang kondusif dan memberikan kepastian hukum,” jelasnya.
Dia khawatir, revisi beleid tersebut justru dapat menekan penerimaan negara, khususnya cukai hasil tembakau. Menurutnya, situasi saat ini sangat menekan industri rokok.
“Kami memandang revisi PP 109/2012 justru akan memperburuk kondisi usaha industri hasil tembakau yang saat ini sudah terpuruk akibat kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2020 dan tahun 2021,” jelasnya.
Berdasarkan catatan Henry, sekitar 300 produk hukum saat ini sudah dikenakan pada industri hasil tembakau.
Untuk itu, ia berharap setiap regulasi yang dibuat selalu melibatkan para pemangku kepentingan.
“Beban menjadi semakin berat karena kebijakan dijalankan di saat pandemi yang membuat daya beli masyarakat turun drastis,” tambahnya.
Dalam laporan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022, kenaikan cukai rokok tersebut merupakan salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan negara. Selain menaikkan cukai rokok, pemerintah juga akan memberlakukan cukai plastik di tahun depan.
“Intensifikasi dan ekstensifikasi cukai melalui pemberlakukan pengenaan cukai kantong plastik dan eskalasi kebijakan tarif cukai hasil tembakau,”seperti dikutip dari laporan KEM PPKF 2022 yang diterima kumparan.
Selanjutnya, rencana kenaikan cukai rokok itu juga mempertimbangkan empat pilar, yaitu pengendalian, penerimaan, tenaga kerja, serta dampak ke rokok ilegal.(Sumber: Kumparan)