Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Provinsi Jawa Timur (Kadin Jatim) menyatakan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tidak mendesak.
Masih ada hal lain yang lebih mendesak, seperti edukasi dan sosialisasi, dibandingkan merevisi aturan tersebut.
Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto, menyatakan bahwa negara tidak bisa diatur oleh satu kepentingan tertentu.
Wacana revisi PP 109/2012 juga harus memperhatikan keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT).
“Tidak hanya memihak satu sektor tertentu dan mengesampingkan urgensi kepentingan yang lebih besar,” kata Adik kepada wartawan, seperti dikutip dari Liputan6, Selasa (23/3/2021).
Saat ini, kata Adik, yang terpenting bagi industri adalah bertahan dan pulih terlebih dahulu untuk memperbaiki perekonomian Indonesia.
Revisi PP 109/2012 justru dikhawatirkan akan semakin menekan IHT dan membuat target penerimaan negara 2021 tidak tercapai. Bahkan dapat mengancam mata pencaharian para pemangku kepentingan mata rantai IHT yang panjang.
Tekanan pada industri akan mengancam seluruh mata rantai produksi yang terkait, mulai dari tenaga kerja dan bisnis di bidang perkebunan, pertanian tembakau dan cengkih, pabrikan, hingga peritel, serta lini usaha lain yang terkait.
Selama lima tahun terakhir, terdapat lebih dari 90 ribu tenaga kerja pabrikan yang mengalami PHK. Jumlah produsen turun dari 4.000 di tahun 2007 menjadi sekitar 700 pelaku industri.
Lebih lanjut, dicontohkan pengusaha asal Jawa Timur ini, mengambil contoh seperti industri periklanan dan industri penyiaran yang menyerap banyak tenaga kerja juga akan terpengaruh oleh wacana revisi tersebut. Oleh karenanya, evaluasi yang menyeluruh sangat dibutuhkan agar tidak kontraproduktif dengan tujuan besar pemerintah.
Sebagai mitra pemerintah, Kadin Jatim berharap dilibatkan dalam kajian kebijakan sehingga ditemukan jalan keluar terbaik.
“Saya yakin pemerintah memahami prioritasnya dan secara reguler akan meninjau pendekatan- pendekatan dan rencana kerja strategi yang menjadi prioritas serta mampu mendorong perekonomian agar lekas pulih dan bukan sebaliknya.
“Jadi, kami mohon agar semua pihak menghormati prosesnya, jangan mengaburkan fokus pemerintah dalam mengatasi masalah pandemi Covid-19,” ungkap Adik.
Terkait wacana perbesaran peringatan kesehatan, pelarangan total iklan, dan promosi rokok, Adik menyebutkan, regulasi yang berlaku saat ini sudah mengakomodir semua bentuk pengaturan tentang gambar peringatan kesehatan, iklan, dan promosi. Komunikasi produk itu bukan semata-mata hak produsen, namun juga konsumen. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Saat ini, kebijakan pengendalian tembakau dinilai telah berjalan dengan baik yang diindikasikan melalui jumlah volume industri yang turun, jumlah pabrikan rokok yang turun, dan jumlah prevalensi perokok dewasa yang berkurang.
“Seluruh pemangku kepentingan harus konsisten dan bekerja sama dalam menjalankan PP 109/2012 sehingga isu prevalensi perokok, terutama pada anak di bawah umur 18 tahun, yang merupakan tanggung jawab bersama mampu ditanggulangi dengan tepat sasaran,” tutup Adik.
Sumber: Liputan6