Matahari mulai menyingsing dari ufuk timur. Perlahan, panasnya mulai menyengat tubuh. Matniri (66), salah satu petani tembakau asal Desa Tobungan Kecamatan Galis dengan semangat menyirami satu persatu tanaman tembakau di lahan persawahannya.
Hingga saat ini, tembakau masih menjadi tanaman primadona warga Madura, terutama Pamekasan. Warga berharap dari hasil tembakau mampu meningkatkan taraf hidup mereka. Tak jarang, petani tembakau di Pamekasan bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Bahkan di antara mereka yang ada yang bisa berangkat naik haji.
“Alhamdulillah, anak saya ada yang pengembang perumahan di Sidoarjo. Ada pula yang menjadi dokter gigi di TNI AL,” kata Matneri dengan wajah berbunga-bunga.
Matniri menilai, menanam tembakau lebih menguntungkan dibanding dengan tanaman yang lain semacam bawang dan tebu. Ini karena menanam tebu sudah menjadi tradisi masyarakat Pamekasan. Selain itu, masa panennya juga relatif lebih pendek dibanding dengan tebu.
Jika tebu menunggu sekitar satu tahun, tembakau hanya butuh waktu tiga bulan untuk dipanen. “Tapi saya berharap agar pabrik (perusahaan rokok) jangan sampai memberi harga terlalu rendah. Nanti kami jadi rugi,” katanya.
Sementara itu, Break Event Poin (BEP) atau harga minimal tembakau tahun 2018 di Pamekasan tahun ini dipatok sebesar Rp39.000 per kilogram (kg). BEP tersebut mengacu pada hitungan biaya produksi yang dikeluarkan petani selama produksi di bawah.
BEP tembakau di Pamekasan setiap tahun mengalami kenaikan. Pada 2016, BEP tembakau Rp32.000 per kg, lalu 2017 sebesar Rp34.000 per kg. Dengan tingginya BEP itu diharapkan bisa menunjang kesejahteraan para petani tembakau.
Ini karena beberapa tahun terakhir banyak petani yang kurang beruntung. “Kami telah bertemu dengan pabrikan agar bisa membeli tembakau petani semaksimal mungkin.Sehingga dari luasan lahan yang ada bisa terserap secara keseluruhan,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pamekasan, Bambang Edy Suprapto.
Pemerintah, lanjut dia, memang sempat berencana mencari tanaman alternatif selain tembakau. Petani diimbau menanam tanaman lain seperti tomat, ketela, dan semangka. Namun, petani enggan melanjutkan. Mereka lebih memilih menanam tembakau. Sebab, dari sisi keuntungan, tanaman yang membutuhkan air cukup itu sangat tinggi. ”Kata orang Madura, Mate odhi’ paggun namen bako (mati hidup tetap menanam tembakau),” katanya.
Diketahui, luas areal lahan tembakau di Pamekasan pada musim tanam tahun ini berkurang dibanding luas areal lahan pada musim tanam sebelumnya. Saat ini luas areal lahan tembakau 30.794 hektare (ha).
Lahan tembakau itu tersebar di 13 kecamatan di Kabupaten Pamekasan, yakni meliputi lahan tegal, perbukitan dan lahan persawahan. Empat tahun lalu, luas areal lahan tembakau di Pamekasan masih tercatat sebanyak 32.205 ha. Artinya, berkurang hampir 2 ha.
Berkurangnya luas lahan tembakau ini, karena beberapa hal. Selain karena beralih menjadi perumahan, sebagian lahan juga telah ditanami jenis tanaman lain selain tembakau. Salah satunya tanaman tebu.
“Perkiraan produksi tembakau antara 600 hingga 700 kg per ha dengan asumsi jika musim kemarau bagus dan cuaca mendukung. Ini karena tanaman tembakau bergantung pada musim. Jika musim kemarau bagus, maka hasil produksi tembakaunya juga akan bagus,” kata Bambang.
Sementara itu, kebutuhan tembakau Madura oleh beberapa pabrikan berdasarkan hasil informasi yang dilakukan pemkab bersama perwakilan Asosiasi Peteni Tembakau Pamekasan (APTP) tahun ini sebanyak 10.600 ton. PT Djarum berencana membeli tembakau Madura sebanyak 6.000 ton, PT Gudang Garam 5.000 ton, PT Sadhana Arifnusa 1.500 ton dan PT Bentoel sebanyak 1.500 ton.
Kemudian PT Nojorono membutuhkan tembakau sebanyak 600 ton, PT Sukun 500 ton dan Wismilak berencana membeli tembakau Madura sebanyak 500 ton, sehingga rencana total pembelian sebanyak 10.600 ton.
Rencana pembelian tembakau Madura oleh pihak pabrikan tahun ini jauh lebih rendah dari tahun lalu. Sebab, pada musim tanam tembakau 2017, target pembelian tembakau oleh pihak pabrikan sebanyak 20.800 ton.
Ketua Asosiasi Petani Indonesia (APTI) Pamekasan, Samukrah mengatakan, penentuan harga tembakau kering tergantung pihak pabrikan, bukan ditentukan petani tembakau.
Memang sudah ada tata niaga tambakau untuk mengatur masalah tembakau dan melindungi petani tembakau, tapi itu tidak mempengaruhi harga. Ini karena penentuan harga ditentukan pabrikan. “Kalau BEP-nya Rp39.000 per kg, maka kami berharap pabrikan membeli tembakau petani dikisaran Rp50.000 per kg. Sehingga,ada keuntungan yang bisa diperoleh petani,” katanya.
Ketua Umum APTI, Suseno menambahkan, harga tembakau tidak bisa diatur seperti komoditas lain. Harga tembakau diserahkan sepenuhnya ke pasar bebas. Sehingga petani pasrah pada pemilik modal selaku pihak yang menentukan harga.
Pemerintah juga campur tangan dengan membuat regulasi yang mengatur, tentang penetapan harga tembakau. Sehingga, pabrikan yang menentukan harga. “Madura, memiliki peran cukup besar terhadap penerimaan negara melalui pajak dan cukai serta dampak positif lainnya. Penyerapan tenaga kerja, penerimaan negara yang tinggi,” ujarnya.
Menurut Soeseno, tanaman tembakau berpotensi dikembangkan. Terutama bibit Madura. Bibit tembakau di Pulau Garam tersebut banyak dikembangkan di luar negeri seperti India, Turki, dan Prancis. Namun begitu, ancaman terhadap tanaman tembakau datang dari setiap penjuru. Dari sisi medis, tembakau, ketika sudah diolah menjadi rokok, dianggap sebagai sumber berbagai penyakit. Dari sisi sosial, rokok ada yang menyebut haram. “Secara global, tanaman tembakau mencoba dilarang dengan munculnya ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC),” kata Soeseno.
Sumber: Sindonewshttps://daerah.sindonews.com/read/1307629/23/petani-menggapai-kemakmuran-dari-tembakau-madura-1526889433/