THINKWAY.ID – Generasi Boomer tentu akrab dengan radio karena pada masa sebelum tampilan visual mencapai teknologi seperti sekarang, radio merupakan satu-satunya barang yang dimanfaatkan untuk mengakses informasi—baik yang bersifat formal maupun hiburan.
Radio dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gelombang suara yang dipancarkan dari suatu stasiun dan dapat diterima oleh pesawat-pesawat penerima di rumah, dimobil, di kapal dan sebagainya.
Perkembangan penyiaran radio di Indonesia diawali pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pada 1925, Prof. Komans dan Dr. De Groot berhasil melakukan komunikasi menggunakan stasiun relai di Malabar, Jawa Barat. Batavia Radio Vereniging dan Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij (NIROM) mengikuti peristiwa ini.
Radio amatir kemudian berkembang, menggunakan perangkat pemancar radio sederhana yang gampang dirakit. Tahun 1945, Gunawan berhasil menyiarkan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia menggunakan perangkat pemancar radio sederhana buatan sendiri.
11 September 1945, pada sebuah rapat yang dihadiri oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang sepakat mendirikan Radio Republik Indonesia (RRI). Pemerintah kemudian menetapkan tanggal tersebut sebagai Peringatan Hari Radio Nasional. Pada 1966, radio Ampera, sebuah sarana perjuangan kesatuan-kesatuan aksi dalam perjuangan orde baru, mulai mengudara.
Pada dasarnya sistem radio siaran dapat dibedakan menjadi Radio Siaran Pemerintah (Goverment Ownership and Operation Broadcasting), Radio Siaran Semi Pemerintah (Public Corporation Broadcasting), dan Radio Siaran Swasta (Private Enterprise Broadcasting).
Era 1990-an dan 2000-an jadi masa emas perkembangan radio swasta di Indonesia. Era tesebut memunculkan radio-radio ikonik dengan para penyiarnya yang banyak mendapatkan penggemar dari para pendengar setia mereka.
Di Jakarta, siapa yang tak akrab dengan kepopuleran Prambors Radio, HardRock FM, Trax FM, dan lain-lain. Yogyakarta punya Swaragama, Retjo Buntung, dan Yasika FM. Kota-kota lain biasanya punya wakil stasiun radio swasta yang berjaya di skena lokal pada era tersebut.
Popularitas Penyiar Radio
Penyiar radio adalah bagian inti dari aktivitas penyiaran radio. Banyak bermunculan penyiar ikonik dari radio-radio legendaris. Bahkan grup lawak Warkop DKI, dulu diawali dari program dari Prambors , dalam program Warkop Prambors. Para penyiarnya adalah Kasino, Dono, Indro, Nanu, dan Rudy Badil. Penyiar ikonik lain dari Prambors adalah Sys Ns, Jimmy Gideon, Fla Priscilla (Tofu), Nicholas Saputra, Cici Panda, The Dandee (Danang – Darto), Desta & Gina, dan Arie Dagienkz.
HardRock FM punya wakil penyiar yang juga tak kalah populer. Diantaranya Steny Agustaf, Indy Barens, dan Farhan. Banyak dari nama-nama tesebut kondang pada era radio 90-an dan awal 2000. Ciri utama penyiar-penyiar ini biasanya punya public speaking skill yang mumpuni, komunikatif, saat berbicara seolah tak kehabisan bahan, “tek-tokan” dengan partner penyiar lain juga natural, dan seringkali menyisipkan lawakan-lawakan yang tak jarang jadi bahan kulakan untuk obrolan sehari-hari. Bahasa prokem dan istilah-istilah slang banyak dipopulerkan oleh para penyiar ini.
Dahulu bahkan diadakan sering diadakan temu darat antara penyiar dengan pendengar. Tanda tangan atau foto bareng adalah hal yang sangat berharga untuk dikoleksi para pendengar setia penyiar tersebut.
Sandiwara radio merupakan sandiwara yang dipentaskan melalui media radio, sehingga hanya bisa dinikmati melalui indra pendengaran (audio). Sandiwara radio pernah populer pada masanya. Sandiwara radio yang paling tekenal diantaranya Saur Sepuh, Tutur Tinular. Mahkota Mayangkara, Catatan Si Boy, dan Mak Lampir. Saking populernya, sandiwara-sandiwara tersebut diadaptasi ke layar lebar dan berhasil meraup banyak penonton.
Era terasyik bagi para pendengar radio adalah saat berkirim salam dan request lagu tertentu untuk dikirimkan pada seseorang. Dulu ada sistem beli kartu salam untuk program ini. Ada pula program populer yang biasanya berisi curahan hati (curhat) yang dikirimkan oleh pendengar, dipilih oleh radio, dan biasanya menggunakan nama samaran. Ciri utama program ini biasanya diawali dengan kata-kata “Diary …”.
Berkirim salam dan request lagu waktu itu juga bisa dilakukan via live call saat siaran sedang berlangsung.
Sebelum era rilis lagu fisik, radio menjadi jembatan bagi kalangan muda yang berkantong cekak, karena hanya mampu menikmati lagu kesayangannya lewat radio. Bahkan, dulu membuat mixtape (lagu campuran) juga dilakukan lewat unit fisik radio yang kebetulan punya fitur dek kaset. Era ini hampir bersamaan dengan era mixtape kaset, yakni metode merekam lagu dari album resmi sebuah band yang berbentuk kaset. Lagu-lagu campuran dalam kaset tesebut biasanya diberikan pada sahabat, atau orang yang kita sukai. Jadi tak cuma menunjukkan selera musik, tapi sekaligus juga menyampaikan isi hati lewat litik-lirik lewat lagu yang kita rekam.
Radio Streaming
Kini di era digital, radio bertranformasi. Gelombang radio tak lagi berjalan dengan cara lama yang mengandalkan stasiun pemancar dengan tower dalam jangkauan tertentu. Memanfaatkan satelit dan jaringan intenet, kini banyak yang mengudarakan radio lewat streaming. Jangkauannya pun jauh lebih luas. Podcast yang kini sedang populer, pada dasarnya juga merupakan radio. Bahkan aplikasi podcast pada gawai, sebenarnya juga perwujudan dari transformasi radio. Karena perubahan wujud ini, kini banyak bermunculan radio komunitas, dengan tujuan yang beragam.
Budaya popular atau biasa disebut dengan budaya pop, merupakan kebudayaan yang terjadi karena adanya kemajuan kebudayaan. Budaya pop lahir atas kehendak media. Media berperan dalam memfasilitasi perkembangan nilai budaya pop. Masyarakat selaku khalayak media, sadar atau tidak, mengadopsi bentuk-bentuk nilai budaya tersebut dalam keseharian. Dengan demikian pada tingkat tertentu, budaya pop memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan gaya hidup masyarakat. Radio menjelma jadi salah satu ikon budaya populer, karena ia turut mengiringi perkembangan zaman, industri, perputaran uang, dan gaya hidup.
Jadi Genks, apakah kini kalian masih mendengarkan radio?