Thinkway Logo
7 Tokoh Indonesia yang Memperjuangkan Tembakau (Sumber foto: Sekretariat Kabinet RI)

7 Tokoh Indonesia yang Memperjuangkan Tembakau

THINKWAY.ID – Tembakau, walaupun bukan tanaman asli Indonesia, diakui sebagai komoditas unggulan yang memberi pemasukan sangat besar untuk negara. Tanaman ini merupakan komoditas perkebunan yang strategis karena memiliki daya saing tinggi.

Selain itu, tembakau menjadi tumpuan jutaan manusia yang bekerja di sektor industri ini, mulai dari petani, peniaga, sampai konsumen. Tembakau dengan produk turunan utamanya yaitu rokok, telah melahirkan Kretek sebagai salah satu satu produk warisan budaya asli Indonesia.

Perjalanan panjang tembakau di Indonesia cukup panjang. Mulai dari saat kali pertama masuk ke Indonesia saat dibawa oleh para kolonialis Barat sekira abad ke-17, sampai berkembang secara masif sekira akhir abad ke-19 dan selama abad ke-20.

Insan tembakau Indonesia mengenal beberapa tokoh folklore atau dongeng yang umumnya diceritakan secara turun temurun lewat tradisi lisan. Keberadaan tokoh-tokoh ini tak mudah ditelusuri, tapi menjadi hal penting dalam perkembangan tembakau terutama masa-masa awal produk turunan tembakau berkembang.

Di Jawa Tengah, sosok Ki atau Kyai Makukuhan dipercaya sebagai sosok yang menjadi penyebar bibit tembakau kali pertama di lereng gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau. Di Madura, terdapat tokoh bernama Pangeran Katandur (Habib Ahmad Baidlowi), dipercaya sebagai orang yang menanam cikal bakal tanaman tembakau Nusantara yang dikembangkan di pulau Garam sejak abad ke-12. Beberapa komunitas masyarakat adat lain seperti Sunda Wiwitan Ciptagelar, Bayan (Wetu Telu) meyakini bahwa tanaman tembakau berasal dari nusantara, seperti tanaman cengkeh.

Tanpa menyisihkan tokoh-tokoh folklore berikut pesan moral yang sarat dengan kearifan lokal, terdapat beberapa tokoh di Indonesia yang turut berjasa memperjuangkan tembakau.

H. Djamhari

Haji Djamhari berasal dari kota Kudus. Ia dipercaya sebagai orang yang kali pertama menemukan kretek. Sekira akhir abad ke-19 (1870-1880), H Djamhari menderita asma. Ia sering mengoleskan minyak cengkeh ke dadanya agar pernapasannnya melega. Karena kebetulan juga seorang pelaku tingwe, ia iseng-iseng menambahkan cengkeh kering ke dalam lintingan tembakau miliknya. Konon setelah mengisap komposisi lintingan tembakau dan cengkeh itu, penyakit asma yang dideritanya mereda. Siapa sangka kini kretek menjadi begitu populer di Indonesia.

Nitisemito

Perjalanan tembakau di Indonesia tak bisa lepas dari sosok Nitisemito. Asli Kota Kretek Kudus, ia adalah orang Indonesia pertama yang mengelola kretek secara profesional, dengan merk yang sangat legendaris, Tjap Bal Tiga. Pada masa jayanya (1922-1940), pabriknya disebut-sebut sudah mempekerjakan 10 ribu buruh pabrik, dengan skala produksi 8 juta batang kretek setiap hari. Ratu Belanda Wilhelmina bahkan memberi julukan Nitisemito sebagai “De Kretek Konning” yang berarti Raja Kretek. Nitisemito manjadi role model untuk pengusaha kretek lain, sehingga setelah itu terus bermunculan pabrik kretek dengan ciri khasnya masing-masing.

Liem Seeng Tee

Dikenal sebagai sosok pendiri Sampoerna, Lem Seeng Tee lahir di Tiongkok dan datang kali pertama ke Indonesia bersama Ayahnya, tepatnya di Surabaya. Sejak kecil ia sudah diglembeng soal ilmu berniaga. 1912, ia menyewa sebuah warung kecil untuk menjajakan kebutuhan kelontong. Usahanya meluas, membuatnya mampu membeli gedung bekas yayasan panti asuhan seluas 1,5 hektar yang digunakan sebagai tempat memproduksi rokok Sampoerna. Usahanya terus membesar, sampai mereka punya salah satu merk Sigaret Kretek Tangan yang sangat legendaris. Usahanya kini diteruskan oleh generasi keempat Sampoerna.

H. Agus Salim

Agus Salim, politikus dan diplomat legendaris Indonesia meninggalkan kisah yang unik. Lelaki yang dijuluki “The Grand Old Man” ini, menanggapi protes suami Ratu Elizabheth II yang marah-marah saat mencium aroma asap kretek yang kuat, saat mengepul pada seisi ruangan saat perjamuan di Westminister Abbey, London, Inggris. Agus Salim lantas mengatakan bau itu terbuat dari tembakau dan cengkeh. Ia memberikan jawaban menohok, “Boleh Yang Mulia tidak menyukainya. Tapi justru bau inilah yang menarik minat pelaut-pelaut Eropa datang ke negeri kami tiga abad yang lalu.” Barangkali tak ad niat khusus dari Agus Salim untuk membela kretek mati-matian. Tapi nyatanya, kisah yang sangat sering diulang ini jadi motivasi kuat bagi para pelaku industri tembakau mengenai apa yang mereka yakini dan perjuangkan. Bahwa tembakau dan kretek adalah salah satu produk warisan budaya asli Indonesia yang sangat layak untuk dilestarikan.

Pramoedya Ananta Toer

Pram adalah salah satu sastrawan besar Indonesia. Saat hendak menulis, ia harus punya sebatang atau selinting kretek yang terjepit ditangannya. Di penjara sekalipun, aroma kretek tak bisa terceraikan dari Pram. Merokok jadi karibnya yang cukup solid guna melawan kesewenang-wenangan Orde Baru lewat tulisan. Kretek adalah kawan senasibnya yang juga menemani setiap karya-karya besar macam Tetralogi Buru. Terdapat kisah bahwa Pram bahkan sesempat-sempatnya meminta sebatang kretek kesukaannya disulutkan saat sedetik lagi nyawanya direnggut. Untuk generasi progresif yang memperjuangkan tembakau, Pram adalah sosok yang jelas jadi panutan.

Emha Ainun Nadjib

Lebih dikenal dengan panggilan akrab Cak Nun atau Mbah Nun, ia dikenal sebagai sosok yang membela tembakau. Dalam beberapa kesempatan, ia menyayangkan soal kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang kembali dinaikkan oleh pemerintah. Salah satu pernyataan Cak Nun berbunyi, “Mereka yang suka tanaman tembakau mempunyai budaya tersendiri, harus dihormati, begitu juga sebaliknya.” Dalam sebuah kesempatan di Temanggung pada acara bertema “Sinau Kedaulatan Bersama Cak Nun, Menyambut Musim Taman Tembakau” tahun 2015, ia medengarkan banyak keluh kesah petani Temanggung yang sambat karena tanamannya tidak dihargai dengan nominal yang sesuai. Dalam kesempatan tersebut, ia membesarkan hati para petani tembakau agar tetap terus menanam tembakau.

Soeseno

Sosok yang dikenal sebagai Ketua DPN APTI (Dewan Pembina Nasional – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia) ini, belum lama tutup usia, yakni pada 4 Desember 2022. Pak Seno, panggilan akrabnya, dikenal sebagai sosok yang vokal menyuarakan soal kesejahteraan petani tembakau, dan para pekerja yang hidup dari ekosistem tembakau. Pak Seno menawarkan jalan tengah pada kondisi terkini pertembakauan nasional lewat APTI. RUU Pertembakauan berusaha ia dukung, dengan syarat aturan tersebut diharapkan bisa melindungi industri tembakau dari serbuan produk impor, melindungi keberlangsungan industri tembakau nasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan para petani tembakau yang berjumlah 2 juta-an jiwa. Ia konsisten dan kekeuh pada posisi pemerintah yang tak menandatangani FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau merupakan perjanjian internasional kesehatan masyarakat pertama sebagai hasil negosiasi 192 negara anggota Organisasi Kesehatan Sedunia WHO.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.