Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2020 yang mengizinkan penggunaan Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil termasuk dari sumber cukai rokok (DBHCHT) untuk penanganan penyakit Korona.
Memang cukup? Loh jangan salah. Tidak sedikit dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang dibagikan pemerintah pusat kepada daerah. Tahun 2019 senilai Rp3,17 triliun, naik dibanding 2018 sebesar Rp2,96 triliun. Meski dana cukai sudah jelas alokasinya, dengan PMK ini Pemda punya anggaran tambahan untuk menangani pandemi Covid-19.
Pesan intinya, jangan pernah musuhi tembakau. Bukalah sejarah, dulu untuk menangani penyakit rupa-rupa masyarakat, tembakau andalannya. Bukan dari uang bisnis tembakau, tetapi langsung dari barang tersebut. Pada 1 SM, suku Indian Amerika menggunakan tembakau untuk mengobati luka dan meringankan rasa sakit selain untuk tradisi dan ritual.
Dr Nicolas Monardes di Spanyol pada 1577 menggunakan tembakau untuk mengatasi sakit gigi, cacing, halitosis, kejang mulut dan kanker. Sejak itu kedokteran Eropa merekomendasikan pengggunaan tembakau di rumah sakit. Sampai datang Harlem Brundtland di WHO tahun 1998, semua yang dilakukan di zaman itu dianggap sumber penyakit kemudian.
Reynolds American, perusahaan rokok milik British American Tobacco (BAT) yang berbasis di Carolina Utara, Amerika Serikat, melalui laboratorium Kentucky BioProcessing, ikut bergabung dalam upaya menghentikan epidemi korona. Produsen rokok merek Camel dan Pall Mall ini tengah menginfeksi tanaman tembakau dengan virus korona yang dimodifikasi secara genetik yang memungkinkan memroduksi antibodi untuk dijadikan vaksin.
Demikian dengan Philip Morris, pemilik 97 persen saham HM Sampoerna Tbk, melalui perusahaan farmasinya Medicago. Ia memiliki pengalaman mengekstraksi tembakau untuk pengobatan dan tengah meneliti tembakau untuk korona.
Apa komentar ahli? Kenneth Palmer, ahli mikrobiologi di Universitas Louisville, di Kentucky, Amerika Serikat, menyatakan, Sebagai seorang ilmuwan dan peneliti, saya tidak antusias dengan bisnis tembakau, kata Palmer. Tetapi saya pikir perusahaan-perusahaan tembakau mungkin mengambil banyak pengalaman. Mungkin logis dan indah bahwa perusahaan tembakau ikut terlibat.
Haydon menjawab dengan santun, Orang bisa bersikap sinis. Tetapi, kenyataannya kami mungkin dapat membantu, kata Hugh Haydon, CEO Kentucky BioProcessing.
Tuhan menciptakan tanaman dan segala yang ada di bumi pasti ada manfaatnya. Hanya yang menolak sekukuhnya yang tak bisa mendapat berkah atas ciptaannya. Bahkan obat farmasi yang diberikan kepada para pasien adalah “racun” untuk melawan racun. Sebagaimana arti filosofis “farmacon” yang berarti racun, seperti itulah istilah farmasi bermula.
Dalam ramai isu korona, tembakau seolah ingin mengatakan: “Jangan musuhi aku!”
Salam dongeng!
Penulis: Hasan Aoni, Pendiri Omah Dongeng Marwah, Kudus.