Thinkway Logo

Petani Tembakau Ingin Ngudo Roso ke Pak Presiden

Bagi petani tembakau kenaikan cukai rokok pada tahun lalu dampaknya masih dirasakan berat pada Tahun 2020 ini. Namun ada wacana lagi pada Tahun 2021 cukai akan kembali dinaikkan.

Menanggapi hal ini petani tembakau ingin ngudo roso atau curhat kepada Pemerintah Pusat di Jakarta. 

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Nurtantio Wisnu Broto mengatakan, untuk curhat ini rencananya perwakilan petani dari berbagai daerah sentra pertembakauan akan menuju Jakarta pekan depan. Sebagai rakyat mereka ingin bertemu dengan pemimpinnya guna mencurahkan isi hati. 

“Kami mau ngudo roso dengan Bapak Presiden, kenaikan cukai itu dampaknya membuat pembelian produk tembakau menurun, sehingga serapan hasil panen tembakau dari industri juga rendah. Misal pemerintah mau menaikkan cukai jangan lebih dari 5 persen atau tidak lebih dari 1 digit,” katanya Rabu (11/11/2020). 

Wisnu menerangkan, jika berkaca pada kenaikan cukai tahun lalu 20 persen berimbas pada tahun ini, kenaikan cukai lebih dari 2 digit dan HJE 23 persen. Hal ini menyebabkan penurunan penjualan rokok sebesar 15-20 persen. 

Dampaknya sangat dirasakan pada musim panen 2020. Serapan bahan baku yang dilakukan oleh industri menurun, ditambah suasana pandemi mengakibatkan harga juga turun.

Dari Jawa Tengah direncanakan perwakilan petani dari Temanggung, Magelang, Demak, Rembang, Boyolali, Purwodadi, dan sentra-sentra tembakau lainnya siap bertolak ke Jakarta. Disebut pula dari luar Jateng akan hadir perwakilan petani dari Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, dan Lampung. 

Meski demikian, mereka akan tetap melaksanakan dengan santun karena bukan untuk berdemo tapi ngudo roso layaknya anak kepada bapaknya. Mereka juga berjanji tetap akan menerapkan protokol kesehatan dan rencana tetap akan menggelar pula aksi teatrikal. 

“Kita berharap presiden melindungi kami, namun sampai saat ini, kami belum bisa bertemu langsung dengan presiden. Saat ini akibat kenaikan cukai harga tembakau sudah mengalami penurunan sebesar 20 persen, harga real dari petani ke pedagang sebesar Rp10 – 20 ribu per grid. Kalau serapan turun daya beli masyarakat rendah, maka perputaran ekonomi di lingkungan petani tembakau tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar,” katanya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.